Kementerian Energi Turki melalui sebuah cuitan di Twitter pada Senin (30/11) menuturkan kapal penelitian Turki, Oruc Reis telah kembali ke pelabuhan di Antalya setelah menyelesaikan penelitian seismik dua dimensi di bidang Demre.
Pelacak kapal MarineTraffic juga menunjukkan bahwa kapal survei tersebut telah berlabuh.
Ketegangan antara Turki dan Yunani kian meningkat selama musim panas ditandai dengan peningkatan aktivitas militer setelah Ankara mengirim Oruc Reis yang dikawal oleh fregat angkatan laut ke perairan yang disengketakan di Mediterania timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah itu mendorong Yunani untuk mengirim juga kapal perangnya ke perairan tersebut dan kedua negara terus melakukan latihan militer untuk menegaskan klaim mereka.
NATO sendiri turut campur tangan dalam perselisihan itu dengan mengatur pembicaraan teknis antara militer kedua negara guna mencegah potensi konflik bersenjata.
Dilansir Associated Press, Ankara mengatakan pemerintah Yunani dan Siprus melanggar hak energi Turki dan memisahkan Siprus utara dengan menetapkan batas laut sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.
Turki juga menuding dua negara itu berusaha untuk mengecualikan Turki dari potensi cadangan minyak dan gas di perairan tersebut.
Turki mengatakan batas maritim untuk sumber daya hidrokarbon harus dihitung dari daratan, tapi Yunani mengatakan landas kontinen dari pulau-pulau yang menghiasi Mediterania harus dimasukkan dalam zona energinya.
Klaim tersebut telah menyebabkan krisis diplomatik dan retorika yang agresif. Anggota Uni Eropa seperti Yunani, Siprus, dan Prancis telah menyerukan sanksi terhadap Turki.
Oruc Reis sendiri sempat ditarik ke pelabuhan pada September untuk menerima pemeliharaan dan pasokan kembali. Pejabat Turki mengatakan kapal itu ditarik dari perairan untuk memberi kesempatan diplomasi, tapi kemudian Ankara kembali memindahkan Oruc Reis pada Oktober setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Athena gagal memenuhi janji.
Para pemimpin Uni Eropa dijadwalkan akan bertemu dalam pertemuan puncak pada 10 hingga 11 Desember mendatang yang diharapkan akan membahas perselisihan tersebut dan kemungkinan sanksi.
(ans/evn)