Seorang pemimpin suku Maori di Selandia Baru, Rawiri Waititi diusir dari parlemen karena menolak mengenakan dasi. Waititi menolak mengenakan dasi karena menurutnya itu sebagai pakaian Barat dan simbol penjajah.
Alih-alih memakai dasi, Waititi mengenakan taonga, liontin batu hijau khas suku Maori sebagai gantinya.
Menurutnya pemaksaan mengenakan dasi melambangkan sikap kolonialisme dan penolakannya mengenakan taonga melanggar hak dan upayanya melestarikan budaya asli suku Maori.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Parlemen Selandia Baru, Trevor Mallard, dua kali mencegah Waititi mengajukan pertanyaan saat berlangsung rapat parlemen pada Selasa (9/2). Mallard berkeras Waititi bisa mengajukan pertanyaan hanya jika dia memakai dasi.
Tak lama ketika Waititi mengajukan pertanyaan keduanya, Mallard kemudian mengusirnya keluar dari gedung parlemen.
"Ini bukan soal dasi, ini tentang identitas budaya," kata Waititi sambil keluar dari ruangan rapat.
Insiden pengusiran Waititi dari ruang rapat sempat memicu perdebatan terkait isu rasisme di Selandia Baru. Lini masa Twitter sempat ramai dengan tagar #no2tie.
Merespons pengusiran dirinya dari sesama anggota parlemen, Waititi mengaku tidak terkejut dengan perlakuan yang diterimanya dan orang Maori selama ratusan tahun.
"Maori tidak diperlakukan sama di negaranya sendiri dan penduduk asli di seluruh dunia telah menjadi sasaran diskriminasi karena sistem rasis yang membuat masyarakat kami berada di posisi kedua," katanya kepada Reuters.
"Bagi kami melawan penaklukan, berdiri menghadapi asimilasi, untuk melawan mereka yang mencoba dan membuat kita terlihat, merasa, membuat kita berpikir seperti mereka .. ini sebagai upaya untuk menentang itu [rasisme]."
Sehari setelah kejadian itu, Waititi pada Rabu (10/2) kembali hadir ke gedung parlemen dengan mengenakan pakaian yang sama dan telah diizinkan untuk berbicara.
Saat dimintai komentar terhadap kejadian yang menimpa Waititi, Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan jika ia tidak mempermasalahkan apakah seorang anggota parlemen perlu memakai dasi atau tidak.
"Ada masalah yang jauh lebih penting bagi kita semua," ucap Ardern.
Waititi merupakan salah saru dari 21 persen perwakilan suku Maori yang duduk di parlemen. Pemerintahan Ardern pada Oktober lalu memiliki komposisi LGBTQ 11 persen dan anggota parlemen pertama yang berasal dari keturunan Afrika dan Sri Lanka.
(evn)