Alasan AS Tak Sanksi Putra Mahkota Saudi atas Kasus Khashoggi

CNN Indonesia
Rabu, 03 Mar 2021 20:35 WIB
AS tetap pada keputusannya untuk tak memberikan sanksi kepada Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman. (REUTERS/HANDOUT)
Jakarta, CNN Indonesia --

Amerika Serikat tetap pada keputusannya untuk tak memberikan sanksi kepada Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Hal itu disampaikan Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki dalam wawancara program "State of the Union" CNN.

Pemerintahan Presiden Joe Biden merilis dokumen intelijen terkait penyelidikan kematian Khashoggi, yang menunjukkan peran Mohammed bin Salman dalam kasus pembunuhan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dokumen itu sudah ada sejak pemerintahan Presiden Donald Trump. Namun, Trump disebut menolak merilis dokumen itu demi mempertahankan relasi AS dan Saudi.

"Secara historis dan bahkan dalam sejarah baru-baru ini, pemerintahan Demokrat dan Republik, belum memberlakukan sanksi bagi para pemimpin pemerintah asing, yang memiliki hubungan diplomatik dengan kami dan bahkan yang tidak memiliki hubungan diplomatik," ujar Psaki, Minggu (28/2).

"Kami percaya ada cara yang lebih efektif untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi dan juga memberikan ruang untuk bekerja dengan Saudi di wilayah yang memiliki kesepakatan bersama," ujarnya.

Ia juga mengatakan pemerintah mengambil langkah diplomasi melalui Departemen Keuangan dan Luar Negeri.

"Seperti itulah bentuk diplomasi. Seperti itulah bentuk keterlibatan global yang rumit dan kami tidak merahasiakannya, dan telah jelas bahwa kami akan meminta pertanggungjawaban mereka di panggung global."

Mengutip CNBC, Departemen Keuangan AS telah memberikan sanksi kepada pasukan keamanan Putra Mahkota, yang dikenal sebagai Pasukan Intervensi Cepat.

Mereka juga menjatuhkan sanksi kepada mantan wakil kepala dinas intelijen Kerajaan, Ahmad Hassan Mohammed al-Asiri, yang dituduh sebagai biang keladi dalam skenario itu.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS memberlakukan pembatasan visa pada 76 orang Saudi yang "diyakini telah terlibat dalam ancaman pembangkang di luar negeri, namun tidak terbatas pada pembunuhan Khashoggi."

Saat AS masih dipimpin Donald Trump, sering menyebut pentingnya hubungan Amerika dengan Arab Saudi. Ia berulang kali menolak menyetujui konsekuensi ekonomi atau politik yang signifikan untuk pelanggaran hak asasi manusia di Riyadh.

Trump sebelumnya juga mengatakan bahwa industri pertahanan AS akan terkena dampak negatif jika pemerintahannya memberikan sanksi kepada Saudi atas pembunuhan Khashoggi.

"Saya memberitahu Anda apa yang tidak ingin saya lakukan," kata Trump kepada "60 Minutes" CBS, ketika ditanya tentang kemungkinan memblokir penjualan senjata ke Riyadh.

"Boeing, Lockheed, Raytheon, semua [perusahaan] ini. Saya tidak ingin melukai pekerjaan. Saya tidak ingin kehilangan pesanan seperti itu. Ada cara lain untuk menghukum, menggunakan kata yang sangat kasar, tapi itu benar, " katanya satu bulan setelah hilangnya Khashoggi.

Ketika Joe Biden mencalonkan diri sebagai presiden AS, ia mengatakan akan meminta pertanggungjawaban para pemimpin senior Saudi atas kematian Khashoggi.

Biden juga telah menegaskan akan melakukan hubungan langsung melalui Raja Salman, bukan Putra Mahkota. Sedangkan Menteri Luar Negeri Antony Blinken akan melakukan hubungan melalui Menteri Luar Negeri Saudi.

Khashoggi merupakan seorang kolumnis Washington Post yang kerap mengkritik Putra Mahkota. Ia dinyatakan tewas di dalam gedung konsulat Saudi di Istanbul, Turki pada Oktober 2018 setelah sempat dinyatakan hilang.

Setelah melakukan investigasi selama enam bulan, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyimpulkan Saudi "melakukan eksekusi yang disengaja dan direncanakan sebelumnya" terhadap Khashoggi.

(isa/dea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER