Tenaga Medis dan Palang Merah Myanmar Jadi Sasaran Kekerasan
Pekerja Palang Merah Myanmar dan petugas medis dilaporkan ditangkap, diintimidasi dan terluka saat merawat korban sipil.
Laporan itu disampaikan oleh Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merahdan Bulan Sabit Merah (IFRC)
"Petugas pertolongan pertama Palang Merah Myanmar dan petugas medis telah ditangkap, diintimidasi atau terluka dan properti Palang Merah serta ambulans dirusak. Ini tidak dapat diterima," kata Direktur Regional Asia Pasifik IFRC, Alexander Matheou, Kamis (1/4), mengutip Reuters.
Tim Palang Merah Myanmar telah merawat lebih dari 2.000 korban luka selama unjuk rasa melawan kudeta. Mereka yang merawat juga menjadi sasaran.
Petugas kesehatan, menurut Matheou seharusnya tidak pernah menjadi target. Mereka mestinya diberi akses kemanusiaan yang tidak terbatas kepada orang-orang yang membutuhkan.
Pernyataan itu tidak menyebut kelompok mana pun yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. Juru bicara Palang Merah juga menolak berkomentar lebih lanjut.
Namun video di media sosial menunjukkan anggota pasukan keamanan menyerang dan memaki-maki petugas medis dan setidaknya satu kali menembak ambulans. Sejauh ini Reuters belum memverifikasi video ini secara independen.
Palang Merah sangat prihatin dengan krisis kemanusiaan yang berkembang dua bulan setelah tentara merebut kekuasaan.
Lembaga itu juga memperingatkan kondisi di Myanmar menimbulkan ancaman kesehatan yang lebih luas dengan jatuhnya layanan dasar seperti transportasi dan perbankan yang justru mempersulit program kemanusiaan.
Krisis di Myanmar turut mengancam upaya untuk mencegah pandemi Covid-19, dengan pengujian, penelusuran, dan pengobatan yang menurun drastis.
"Kita bisa menghadapi badai yang sempurna di Myanmar, di mana gelombang infeksi Covid-19 bertabrakan dengan krisis kemanusiaan yang semakin parah dan menyebar ke seluruh negeri," kata Matheou.
Menindaklanjuti konflik di Myanmar yang tak kunjung reda, Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar Christine Schraner Burgener, dalam pertemuan tertutup organisasi dunia itu meminta Dewan Keamanan mengambil tindakan secepat mungkin.
Burgener memperingatkan risiko perang saudara dan pertumpahan darah yang mungkin terjadi bila junta militer terus menghadapi demonstran dengan kekerasan.
"Saya mengimbau kepada Dewan untuk mempertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar dan mencegah bencana multi-dimensi," kata Burgener, menurut pernyataan yang diperoleh AFP, Rabu (31/3).
Menurut kelompok milisi Persatuan Nasional Karen (KNU) yang bergerilya di kawasan perbatasan dekat Thailand, mereka tengah mempersiapkan diri menghadapi serbuan dari Angkatan Darat Myanmar.
Menurut catatan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP) korban tewas mencapai 536, sementara yang ditahan junta militer sebanyak 2729.
(isa/dea)