Ribuan tentara Rusia dikerahkan ke dekat perbatasan Ukraina yang memicu Kiev memohon bantuan kepada negara Barat, terutama Amerika Serikat.
Menurut laporan intelijen Ukraina, pasukan Rusia dan pemberontak memperkuat koordinasi dan diperkirakan bakal menggelar serangan pada pertengahan April.
Berikut fakta terbaru terkait eskalasi ketegangan kedua negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentrok Sejak Awal 2021
Ukraina telah memerangi kelompok separatis pro-Rusia di Donetsk dan Lugansk sejak 2014 ketika Moskow mencaplok Krimea dari Kiev.
Ukraina dan separatis pro-Rusia di kawasan itu sempat sepakat gencatan senjata pada 2020 lalu. Namun, ketegangan kembali meningkat awal 2021 setelah terjadi bentrokan yang melibatkan artileri dan tembakan mortir.
Setidaknya 29 tentara tewas sejak awal Januari, jumlah yang signifikan dibandingkan 29 korban yang tewas selama bentrokan di 2020.
Pengerahan Pasukan Rusia
Ukraina menuding Rusia telah mengerahkan banyak pasukan ke dekat perbatasan. Pejabat Ukraina mengatakan setidaknya 41 ribu pasukan telah dikerahkan Moskow ke timur perbatasan dan 42 ribu ke Krimea.
Rusia tak membantah hal itu dengan menegaskan bahwa pengerahan pasukan itu "bukan ancaman".
Pada Selasa (13/4), Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu membenarkan mereka mengirim ribuan tentara ke timur dan selatan perbatasan.
Menurut dia, itu dilakukan Rusia sebagai respons atas "tindakan NATO yang mengancam."
Shoigu mengatakan dua unit angkatan darat dan tiga unit angkatan udara Rusia telah dikerahkan ke kawasan itu selama tiga pekan untuk menggelar latihan.
Intelijen AS menyebut pengerahan pasukan Rusia ke perbatasan ini menjadi yang terbanyak sejak 2014.
Negara Barat Dukung Ukraina
Negara Eropa dan AS mendukung Ukraina dengan mengecam hingga mengultimatum pergerakan pasukan Rusia tersebut.
Militer AS di Eropa telah meningkatkan status siaga untuk mengantisipasi segala kemungkinan.
Diplomat AS dan Ukraina bahkan menggelar pertemuan darurat di Brussels terkait manuver Rusia tersebut.
Kiev mendesak negara Barat untuk memberikan dukungan praktis. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahkan mendesak NATO mempercepat permohonan keanggotaan dalam pakta pertahanan tersebut yang selama ini ditentang keras Rusia.
Kenapa Sekarang?
Sejumlah pengamat berpendapat ada beberapa alasan yang memicu eskalasi.
Dikutip AFP, baik Ukraina dan Rusia mungkin sedang menguji AS di era kepemimpinan Presiden Joe Biden terkait sejauh mana Gedung Putih bersedia membela sekutunya dan berkonfrontasi dengan Moskow.
Sejauh ini, Biden memperlihatkan pendekatan yang tegas terhadap Rusia, di mana Presiden AS ke-46 itu menyamakan Presiden Vladimir Putin dengan pembunuh dalam salah satu wawancara media pada Maret lalu.
Sejumlah analis lainnya menganggap Rusia mungkin mengirim sinyal kepada Ukraina untuk mencabut sanksi yang dijatuhkan Kiev terhadap salah satu politikus dan pengusaha Modkoe, Viktor Medvedchuk.
Medvedchuk merupakan sekutu dekat Putin.
Beberapa pihak lainnya menilai Kremlin hanya mencari sumber pemersatu bangsa menjelang pemilihan legislatif pada September mendatang.
Kemungkinan Perang?
Sejumlah analis mengatakan invasi Rusia terhadap Ukraina tidak akan terjadi untuk saat ini.
"Namun, ini memang tingkat terendah dalam relasi Rusia dan NATO. Momen terburuk sejak akhir Perang Dingin," kata analis militer Kashin.
"Retorika Rusia sangat luar biasa-tidak pernah mendengar intensitas seperti ini sejak 2014 dan aneksasi Krimea," kata Timothy Ash, analis BlueBay Asset Management.
(rds/dea)