Presiden Joe Biden berjanji akan menarik pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan pada September mendatang, mengakhiri perang terpanjang Negeri Paman Sam di luar negeri yang berlangsung selama dua dekade.
Tenggat penarikan pasukan itu jatuh pada 11 September 2021, tepat dua puluh tahun setelah serangan 9/11, yang menjadi dasar AS mengirim pasukan ke Afghanistan.
Selama dua dekade itu, lebih dari 2.300 nyawa personel militer AS melayang, dan puluhan ribu orang terluka. Sementara itu, tak terhitung lagi nyawa warga Afghanistan yang hilang akibat perang itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara itu juga menghabiskan biaya US$2 triliun atau sekitar Rp29,2 triliun dana publik untuk perang tersebut.
Sebagaimana dilansir CNN, berikut fakta-fakta terkait perang AS di Afghanistan.
Dalang di balik serangan 9/11 memang Al Qaidah, bukan Taliban yang merupakan kelompok politik Islam lokal Afghanistan dengan kekuatan milisi bersenjata.
Namun, otak di balik serangan itu, termasuk Osama bin Laden, beroperasi di bawah perlindungan Taliban. Kelompok itu pun menolak menyerahkan Osama setelah serangan tersebut.
Presiden AS saat itu, George W Bush, mengatakan bahwa pemerintah harus mengambil tindakan tersebut sebagai langkah melawan terorisme.
Nyaris seluruh kubu di parlemen menyetujui resolusi "otorisasi penggunaan kekuatan militer" itu. Hanya satu anggota parlemen yang tidak setuju, yaitu Barbara Lee dari Partai Republik.
Resolusi itu akhirnya disepakati hanya berselang sepekan setelah tragedi 9/11.
Pasukan AS mencapai jumlah terbanyak pada 2010 dan 2011, setelah Presiden Barack Obama mengirim pasukan tambahan sebanyak 49.000 di tahun 2009.
Secara keseluruhan, ada sekitar 100 ribu personel tentara AS yang dikerahkan ke Afghanistan pada masa pemerintahan Obama.
Ia pernah mencoba mengakhiri operasi tempur itu pada 2014. Namun, Obama justru mengerahkan lebih banyak tentara di wilayah itu.
Penerus Obama, Donald Trump, juga mengirim pasukan AS baru ke Afghanistan. Namun, ia akhirnya menarik sebagian pasukan setelah negosiasi dengan Taliban.
Ketika Presiden Joe Biden menjabat, pasukan AS di Afghanistan hanya 2.500. Jumlah itu disebut paling sedikit sejak perang bergejolak hampir dua dekade ini.
![]() |
Lebih dari 2.400 tentara AS dan 1.100 anggota NATO tewas sejak awal perang di Afganistan. Puncak tingkat kematian terjadi pada 2010, setelah lonjakan pasukan dari Obama. Total kematian hingga 710 jiwa.
Kematian pasukan AS dan NATO berada di angka terendah pada 2020, tercatat 11 kematian. Jumlah ini sama dengan saat perang dimulai pada 2001.
Tujuan keterlibatan AS bukan untuk membebaskan perempuan yang tertekan Taliban atau untuk mengakhiri rezim itu. Faktanya, AS terlibat dalam pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah Afghanistan selama bertahun-tahun.
Penjelasan paling sederhana tentang tujuan AS di Afghanistan adalah untuk mencegah Afghanistan kembali menjadi sarang kelompok teror. Ambil contoh ketika AS meninggalkan Irak. Kekosongan kekuasaan membantu kemunculan ISIS di sana.
Namun, apa yang AS coba capai di Afghanistan, dan strategi untuk melakukannya, berubah di setiap kepemimpinan.
Intelijen menyatakan kekhawatiran kemungkinan Taliban akan kembali menguasai Afghanistan jika Amerika angkat kaki. Namun, Biden tak khawatir dengan kemungkinan itu.
Setelah penarikan, AS akan terus mencoba menengahi perjanjian damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban.
(ans/has)