Kementerian Luar Indonesia buka suara mengenai sikap empat negara ASEAN yang memilih abstain dalam pemungutan suara resolusi PBB atas situasi Myanmar.
Sebanyak empat negara anggota PBB Asia Tenggara memilih abstain dalam pemungutan suara resolusi PBB yang berlangsung di New York, Amerika Serikat, Jumat (18/6) lalu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan dalam menilai voting suatu negara tidak berdasarkan frekuensi organisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masing-masing akan memilih berdasarkan kepentingan nasionalnya, tidak semata-mata berdasarkan organisasi sekawasan (ASEAN), satu keniscayaan," ujar Faizasyah kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/6).
Majelis Umum PBB itu menyerukan kepada negara anggota untuk mencegah aliran atau embargo senjata ke Myanmar. Mereka juga menyerukan pemulihan demokrasi, pembebasan tahanan termasuk pemimpin sipil, dan penghentian kekerasan.
Resolusi PBB telah disetujui oleh 119 negara, dengan 36 abstain termasuk China, sekutu utama Myanmar.
Sementara empat negara ASEAN yang abstain adalah Brunei Darussam, Thailand, Laos dan Kamboja.
Adapun Thailand menganggap resolusi PBB tak mempertimbangkan sejumlah faktor penting dan mengabaikan konsensus ASEAN.
Juru Bicara Menteri Luar Negeri Thailand, Tanee Sangrat menilai resolusi itu gagal mempertimbangkan konteks sejarah dari konflik dan dapat mempengaruhi peluang mencapai penyelesaian dengan jalan damai.
Selain itu, resolusi PBB turut memperbesar tantangan keamanan yang dihadapi Thailand jika konflik berkepanjangan.
Tanee Sangrat melihat resolusi itu tidak mencerminkan kompleksitas sejarah dan situasi lapangan di Myanmar sebelum dan sesudah kudeta 1 Februari.
Tak hanya negara ASEAN yang abstain, China, selaku sekutu Myanmar turut tak memberikan suara untuk resolusi itu.
Dikutip dari South China Morning Post, utusan China untuk PBB, Zhang Jun mengatakan Beijing berharap semua pihak di Myanmar akan menyelesaikan perbedaan melalui dialog politik sesegera mungkin di bawah konstitusi dan kerangka hukum.
"Sejarah telah membuktikan bahwa menerapkan tekanan dan sanksi eksternal secara membabi buta tak hanya, tidak akan berhasil, tapi juga menjadi bumerang, mengintensifkan konflik dan merugikan rakyat Myanmar," kata Zhang.
(isa/dea)