Jakarta, CNN Indonesia --
Di saat gelombang II infeksi virus corona (Covid-19) belum mereda, India dihadapkan dengan masalah baru usai 12 menteri kabinet Perdana Menteri Narendra Modi kompak mengundurkan diri.
Satu dari 12 menteri yang mundur itu adalah Menteri Kesehatan Harsh Vardhan yang menjadi sorotan di tengah gelombang pandemi Covid-19 India.
Saat ini India menjadi negara dengan kasus infeksi akibat Covid-19 tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
India mengonfirmasi kasus pertama Covid-19 yang terdapat di negara bagian Kerala pada 30 Januari 2020. Kasus pertama Covid-19 itu terdiri dari tiga mahasiswa kedokteran India yang baru pulang dari Wuhan, kota di China yang menjadi tempat kemunculan dan penyebaran virus corona pertama kali.
Pemerintah India baru menerapkan penguncian wilayah total (lockdown) di Kerala pada 23 Maret, disusul tahap nasional dua hari setelahnya. Sejak itu, India memperketat mobilitas penduduk dengan menerapkan jam malam dan memberi hukuman.
Pada 10 Juni, jumlah kasus Covid-19 yang sembuh melampaui kasus aktif untuk pertama kalinya. Tingkat infeksi corona pun berangsur turun sejak September 2020 seiring dengan jumlah kasus baru dan aktif.
Namun, pertengahan September, infeksi Covid-19 kembali melonjak dengan lebih dari 90 ribu kasus baru dilaporkan per hari. Penularan corona kembali turun hingga di bawah 15 ribu pada akhir 2020 dan semakin turun pada Januari 2021.
Beberapa pihak menganggap penurunan infeksi corona di India saat itu terjadi salah satunya berkat percepatan vaksinasi corona yang dilakukan pemerintah meski tingkat imunisasi tidak begitu tinggi.
Sejak awal tahun, pemerintah India juga telah membuka kembali sekolah secara bertahap, para politikus juga kembali berkampanye, hingga tamu undangan sudah bisa ikut berdansa di pesta pernikahan.
 Jejeran pasien Covid-19 di rumah sakit India. (REUTERS/Danish Siddiqui) |
"Musim dingin (keterpurukan akibat pandemi) segera akan menjadi musim panas yang gemilang," kata Bank Sentral India dalam buletin pada 21 Januari lalu seperti dikutip TIME.
Namun, kenyataannya, dua bulan kemudian terhitung pertengahan April, India mulai mencatat lonjakan kembali infeksi corona harian. Pada 21 April lalu, India mencatat 300 ribu kasus corona baru dalam sehari.
Sejak itu, India terus mencatat infeksi Covid-19 sebanyak lebih dari 200 ribu kasus setiap hari. Ribuan pasien Covid-19 juga meninggal dunia setiap harinya.
Gelombang kedua virus corona ini pun sontak membuat sistem kesehatan India yang tidak sepenuhnya kondusif kian rentan hingga kolaps. Banyak pasien yang tidak mendapatkan tempat tidur rumah sakit sehingga terpaksa dirawat di luar RS hingga di bawah pohon.
Layanan krematorium India juga terus dipecut beroperasi selama 24 jam selama sepekan untuk melakukan kremasi jasad pasien Covid-19 yang terus berdatangan.
Baca lanjutannya di halaman berikutnya >>>
Sejumlah ilmuwan India mengatakan pemerintah mengabaikan peringatan dari mereka mengenai bahaya virus corona (Covid-19) mutasi yang lebih ganas, B.1.617 atau lebih dikenal dengan varian Delta.
Peringatan tentang varian baru diterbitkan Konsorsium genetika SARS-CoV-2 (INSACOG) pada awal Maret. Menurut seorang ilmuwan yang mengetahui masalah itu, hasil penelitian kemudian disampaikan kepada pejabat tinggi pemerintah yang melapor ke Modi.
Akan tetapi, pemerintahan Modi tak segera menganggap laporan itu secara serius.
Selain itu, salah satu penyebab lonjakan corona di India saat itu adalah perilaku abai warganya terhadap protokol kesehatan.
Selama ini, masih banyak warga India yang tak mengenakan masker ketika di tempat publik dan transportasi umum.
"Kalau di Jakarta kan cenderung kita was-was. Di kendaraan umum seperti KRL juga bisa dilihat hampir semuanya menggunakan masker. Kalau di India itu dalam satu bus saja hanya beberapa yang pakai masker, sebagian lainnya tidak," kata seorang mahasiswi asal Indonesia di India, Anggy Eka Pratiwi, beberapa waktu lalu.
Perilaku bandel itu pun terlihat ketika ribuan warga India tetap menghadiri ritual umat Hindu, yakni mandi di sungai alias Kumbh Mela yang berlangsung di beberapa sungai di negara itu pada April lalu.
Belasan ribu warga tersebut sama sekali tak mengindahkan protokol kesehatan seperti tak memakai masker dan tidak menjaga jarak saat melakukan ritual tersebut. Sejak upacara itu, ribuan orang orang terinfeksi Covid-19. Pemerintah bahkan mengumumkan upacara tersebut sebagai salah satu penyebab lonjakan infeksi corona.
Perilaku abai warga itu pun dipicu oleh sikap sejumlah pejabat pemerintah India. Di tengah lonjakan penularan corona, sejumlah politikus, partai politik, bahkan pejabat pemerintah, masih terus melakukan kampanye demi memenangkan sejumlah pemilihan kepala daerah.
Kampanye pilkada itu pun dilakukan oleh partai penguasa yang mendukung Perdana Menteri Narendra Modi, Partai Bharatiya Janata.
Kini, kepemimpinan Modi pun terus mendapat tekanan lantaran semakin banyak yang menganggap pemerintah gagal mencegah gelombang II Covid-19.
Meski begitu, Modi masih dianggap sebagian besar pendukungnya sebagai pahlawan.
Modi yang memerintah India sejak 2014 tetap sangat populer meski upayanya dalam memulihkan India dari krisis kesehatan dan ekonomi akibat virus corona mengalami kemunduran.
 Tenaga kesehatan tengah mengurus proses kremasi jenazah pasien Covid-19 di India. (AP/Manish Swarup) |
"Pemimpin seperti Modi muncul sekali dalam 2.500 tahun terakhir. Dunia tidak akan melihat pemimpin seperti Modi. Dia bukan manusia, dia manusia super, bahkan malaikat suci," kata seorang profesor bedah umum dari Varanasi, dokter Satyendra Kumar Tiwary, seperti dikuti CNN.
Tiwary tetap mendukung Modi meski ia menyadari pemerintahannya lamban menangani penyebaran virus corona hingga kembali melonjak di India beberapa waktu lalu.
Senada dengan Tiwary, salah satu pendukung Modi yang berasal dari generasi muda, Rishabh Mehta, juga tetap menganggap idolanya sebagai pemimpin yang berhasil memajukan India.
Mahasiswa 24 tahun itu mengangkat nasionalisme Modi yang tinggi dan prestasinya yang berhasil meningkatkan sistem pertahanan India.
Ketika ditanya soal kasus kematian akibat corona yang melonjak terus, Mehta percaya bahwa angka tersebut telah disabotase oleh pemerintah negara bagian yang berupaya merusak citra Modi.
[Gambas:Video CNN]