Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah perempuan berhijab putih dan tunik hitam berdesakan di sebuah ruang kelas di kota Herat, Afghanistan, beberapa hari setelah Taliban 'resmi' mengambil alih kekuasaan di negara tersebut.
Saat pintu kelas dibuka, para siswa bergegas menyusuri koridor dan mengobrol di halaman, tampaknya tidak menyadari gejolak yang melanda negara itu dalam dua pekan terakhir.
Momen para siswa beraktivitas di sekolah itu direkam wartawan AFP, beberapa hari setelah Taliban merebut kota itu menyusul runtuhnya pasukan pemerintahan dan milisi lokal pendukung Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ingin maju seperti negara lain," kata salah satu siswa yang memperkenalkan dirinya bernama Roqia.
"Dan, kami harap Taliban akan mempertahankan keamanan. Kami tidak ingin perang, kami ingin perdamaian di negara kami," imbuhnya.
Diketahui, setelah mengambil alih sejumlah kota dari pasukan Afghanistan, Taliban berhasil menguasai ibu kota negara, Kabul, dan Istana Kepresidenan pada Minggu (15/8). Ghani sendiri disebutkan telah pergi keluar negeri sebelum milisi Taliban masuk Istana Kepresidenan.
Di depan umum, setelah menguasai Kabul, Taliban berupaya mendorong narasi bahwa mereka telah memperlunak sikap mereka yang ekstrem seperti pada dekade 1990an silam.
Selain itu, dalam konferensi pers pertama pascamenguasai Kabul, pada Selasa lalu Juru Bicara Taliban pun berjanji tak akan membalas dendam terhadap lawan-lawan mereka di Afghanistan.
Taliban mengklaim bahwa pemerintahan baru akan berbeda dari masa kepemimpinan pada tahun 1996-2001, yang terkenal dengan rajam dan pembatasan super ketat terhadap perempuan.
"Kalau soal ideologi, keyakinan, tidak ada bedanya, tapi kalau kita hitung berdasarkan pengalaman, kedewasaan dan wawasan, pasti banyak perbedaannya, kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid.
"Semua yang berseberangan akan diampuni, dari A sampai Z. Kami tidak akan membalas dendam," lanjutnya.
Halaman selanjutnya mengenai janji Taliban setelah merebut Kabul.
Herat, sebuah kota yang dekat dengan perbatasan Afghanistan-Iran sendiri selama ini dikenal lama menjadi pengecualian dari kosmopolitan kota-kota di pusat yang lebih konservatif.
Oleh karena itu, sebelum gejolak karena perkembangan Taliban ingin menguasai lagi Afghanistan, di Herat para perempuan dan anak perempuan berjalan lebih bebas di jalanan; hadir di sekolah dan perguruan tinggi yang memang terbilang banyak di kota yang terkenal dengan seni tersebut.
Salah seorang kepala sekolah di Herat, Basira Basiratkha mengungkapkan optimismenya atas kondisi ke depan dengan hati-hati. Di satu sisi, dia mengaku bersyukur kepada Tuhan sekolahnya boleh buka kembali.
"Siswa-siswa kami yang terkasih menghadiri kelas mereka dalam jumlah besar sambil berpegang pada jilbab Islami," katanya.
Namun, masa depan jangka panjangnya tetap tidak pasti.
Pasalnya, saat Taliban berkuasa pada dekade 1990an silam, sebagian besar perempuan dan anak perempuan tidak diberi pendidikan dan pekerjaan.
Kemudian, penutup wajah penuh menjadi wajib di depan umum, dan wanita tidak bisa meninggalkan rumah tanpa pendamping pria.
[Gambas:Video CNN]
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan pemerintahan baru akan segera dibentuk, meski tak memberikan rincian lebih lanjut dan hanya menyebut kelompoknya akan menggandeng seluruh pihak.
Ia juga mengatakan memberi kesempatan kepada perempuan untuk terlibat di pemerintahan.
"(Kami) Berkomitmen untuk membiarkan perempuan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam," tutur MUjahid.
Taliban disebut berusaha menunjukkan sikap menahan diri dan lebih moderat.
Meskipun Mujahid menyatakan kali ini mereka akan berbeda dalam menjalankan pemerintahan, namun rakyat di Afghanistan--terutama perempuan--masih bertanya-tanya langkah ke depannya.
Bahkan, banyak pula warga-warga yang membeli lagi busana-busana tradisional, terutama perempuan yang berburu burkak karena takut akan Taliban. Ramai pula yang bermaksud melarikan diri dari Afghanistan, hingga berebut mendapatkan kursi di bandara Kabul.