Pemerintahan Taliban kembali membuka sistem pendidikan di Afghanistan. Kendati demikian hanya kaum pria yang bisa kembali ke sekolah.
Perintah tersebut dikeluarkan rezim Taliban melalui diktat terbaru kementerian pendidikan pada Jumat (17/9).
"Semua guru dan siswa pria harus hadir di lembaga pendidikan mereka," bunyi peraturan terbaru kementerian itu seperti dikutip AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara nasib para siswi dan guru perempuan masih menjadi tanda tanya, lantaran tidak termaktub dalam perintah terbaru tersebut.
Selama pandemi Covid-19, sekolah-sekolah di Afghanistan mengalami penutupan berulang kali. Seluruh sekolah kemudian kembali ditutup sejak Taliban mengambil alih pemerintahan di Afghanistan pada 15 Agustus lalu.
Sejauh ini, rezim Taliban baru membuka kembali sekolah-sekolah di tingkat pendidikan dasar. Dengan catatan dalam pelaksanaannya, kelas untuk siswa pria dan perempuan dipisah.
Padahal sebelumnya Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani telah menjamin kaum perempuan di Afghanistan masih tetap bisa mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi bahkan tingkat pascasarjana.
Haqqani pun mengklaim para perempuan Afghanistan kini dapat bersaing dengan lulusan universitas negara lain. Meskipun menurut Haqqani ada beberapa syarat yang harus dilakukan perempuan sebelum bisa meneruskan pendidikan mereka.
Semisal wajib menggunakan pakaian Islami seperti hijab hingga ruang kelas akan dipisah dengan kaum laki-laki. Selain itu, Haqqani juga menuturkan mata pelajaran yang diajarkan bagi siswa perempuan juga akan ditinjau.
Sistem pendidikan di Afghanistan selama ini memang kerap memisahkan para siswa berdasarkan jenis kelaminnya. Kebijakan ini terlaksana sejak sekolah menengah pertama dan menengah atas yang berisi siswa antara 13-18 tahun.
Hal tersebut dikarenakan Afghanistan telah lama menerapkan hukum Islam.
Meski masih kerap terpinggirkan, perempuan Afghanistan mulai diberi ruang untuk terlibat di masyarakat sejak kejatuhan rezim Taliban yang berkuasa pada 1996-2001.
Sejak itu, perempuan Afghanistan mulai bisa bebas sekolah hingga bekerja menjadi anggota parlemen, hakim, pilot, polisi. Sejak invasi AS menggulingkan Taliban pada 2001, jumlah sekolah juga bertambah tiga kali lipat di Afghanistan.
Tingkat melek huruf pada perempuan di Afghanistan pun meningkat drastis hingga menjadi 30 persen. Perubahan tersebut mayoritas terjadi di perkotaan.
Hanya saja, hak perempuan di negara itu kembali terancam setelah Taliban berkuasa lagi.
Taliban baru-baru ini melarang perempuan berolahraga, menganggap mereka tidak bisa bekerja di pemerintahan apalagi sebagai menteri, dan melarang perempuan bekerja bersama laki-laki.
Sederet aturan itu dinilai mencerminkan Taliban yang tidak berubah, senang mengekang hak perempuan, dengan dalih hukum Islam sesuai interpretasi mereka.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pun mengungkapkan kekhawatirannya terhadap masa depan pendidikan perempuan di bawah rezim Taliban saat ini.
"Sangat penting bahwa semua anak perempuan, termasuk anak perempuan yang lebih tua dapat melanjutkan pendidikan mereka tanpa penundaan lebih lanjut. Untuk itu, kami membutuhkan guru perempuan untuk melanjutkan mengajar," kata badan PBB untuk urusan anak-anak (UNICEF).
(ard)