Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia buka suara terkait kabar varian Mu mulai muncul di negara itu.
"Untuk saat ini, belum ada berita resmi terkait hal ini," ujar Kedutaan Besar Malaysia ketika dikonfirmasi via Whatsapp, Senin (20/9).
Sebelumnya, varian Mu dikabarkan terdeteksi di Malaysia pada Selasa (14/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Varian Mu contohnya yang awalnya terdeteksi di Amerika Selatan, kemarin sudah dilaporkan ada di Malaysia. Artinya sudah sampai Asia Tenggara," kata vaksinolog Dirga Sakti Rambe, dikutip Detik.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam diskusi yang disiarkan Forum Merdeka Barat 9.
Melihat hal ini, Dirga meminta masyarakat dan pemerintah untuk semakin waspada selama masa pandemi. Selain itu, ia juga menilai pemerintah perlu mengetatkan pintu masuk bagi warga negara asing yang ingin berkunjung ke Indonesia.
"Pemerintah sudah mengetatkan pintu masuk baik, darat, laut, atau udara. Itu mesti kita lakukan supaya tidak kecolongan lagi. Jadi ayo kita semua waspada," lanjutnya.
Varian Mu atau varian B.1.621 merupakan salah satu varian yang menjadi fokus Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pengawasan ini dilakukan mengingat varian ini diduga kebal akan vaksin.
"Varian Mu memiliki konstelasi mutasi yang menunjukkan sifat potensial untuk lolos dari sistem kekebalan tubuh," kata WHO dalam The Washington Post.
Varian Mu pertama kali terdeteksi di Kolombia pada awal tahun lalu. Kini, varian tersebut sudah menyebar di 40 negara, seperti Amerika Serikat, beberapa bagian Eropa dan Amerika Selatan, serta Jepang.
Varian MU membawa setidaknya 21 titik mutasi di materi genetik SARS-CoV-1, sembilan di antaranya berada di lonjakan protein virus. Mutasi kunci dari varian Mu antara lain N501Y seperti varian Alpha, E484K seperti varian Beta, dan P681H seperti varian Delta.
Varian Mu memiliki tingkat risiko penyebaran yang tergolong rendah. Hingga kini WHO juga mencatat tingkat penyebaran belum mengalami peningkatan yang melonjak.
"(Varian Mu) mencolok bagi kami karena kombinasi mutasi yang dimilikinya. Tapi sepertinya tidak beredar" kata Maria Van Kerkhove dari WHO, dikutip APNews.