Pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu, menganggap Australia menggunakan celah kesepakatan Non-Proliferasi (NPT) untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir dengan Amerika Serikat dan Inggris.
Aleksius menganggap Australia menggunakan dalih bahwa tenaga nuklir itu hanya digunakan untuk menggerakkan kapal, bukan untuk senjata.
"Australia memanfaatkan celah atau loophole dalam aturan yang ada dengan dalih bahwa nuklir yang digunakannya untuk menggerakkan kapal selam, karena itu dianggap tidak melanggar hukum internasional," ujar Aleksius kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan aturan internasional, hanya negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang boleh memiliki senjata nuklir, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan China.
Lihat Juga : |
Menurut Aleksius, tindakan Australia akan memicu negara lain melakukan hal serupa sehingga dapat terjadi perlombaan senjata.
"Persoalannya negara-negara lain juga akan menggunakan celah yang sama sehingga terjadi perlombaan senjata yang sulit dihentikan siklus aksi reaksinya," katanya.
Aleksius lalu mengutip laporan majalah The Economist yang menyatakan bahwa Australia menggunakan klausul "non-proscribed military activity."
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB sendiri, katanya, tak bisa banyak berbuat.
"Sulit bertindak sebab tidak ada aturan yang dilanggar meskipun ini jelas berbahaya, ibarat bola salju penggunaan nuklir yang semakin longgar,"tuturnya.
Sementara itu, guru besar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyoroti potensi pelanggaran NPT.
"Rencana pembuatan kapal selam bertenaga nuklir dapat mengancam perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan Indo Pasifik," tuturnya.
Bila terjadi perang terbuka, lanjutnya, dapat dipastikan penggunaan senjata nuklir di kawasan tidak dapat dihindari.
Isu ini menjadi perhatian setelah Australia, Amerika Serikat, dan Inggris membuat kesepakatan yang fokus pada keamanan di Indo-Pasifik, AUKUS.
Salah satu wujud kesepakatan trilateral itu adalah pembuatan kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia. Untuk mengembangkannya, Australia diberikan akses teknologi AS.
Kesepakatan antar ketiga negara itu memicu reaksi dari Prancis dan China.
Prancis geram lantaran Australia membatalkan kerja sama kapal selam dengan negaranya sebelum kesepakatan AUKUS tercapai. Prancis mengaku tak diberi informasi mengenai kesepakatan AUKUS tersebut.
Sementara itu, China menyebut kesepakatan itu eksklusif. Beberapa pihak memang menganggap kesepakatan trilateral itu merupakan upaya menyeimbangkan kekuatan Beijing di kawasan Indo-Pasifik.
(isa/has)