Mengutip Carnegie, Arab Saudi dan Yaman sepakat membuat garis demarkasi perbatasan mereka secara resmi pada 1934. Meski demikian, perbatasan itu menjadi garis kritis di antara kedua negara.
Di perbatasan itu pula sering terjadi sengketa terkait basis kesukuan dan ekonomi. Konflik sektarian antara Sunni dan Syiah pun kerap terjadi di sana.
Di wilayah Saudi, ada setidaknya 400 ribu warga Ismailiah yang menempati wilayah Jizan, Asir, dan Najran. Sementara di wilayah Yaman dihuni oleh warga Syiah Zaydiah. Namun, ada pula sekitar 200 ribu warga Syiah Zaydiah di wilayah Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zaydiah merupakan penduduk yang memberikan dukungan terhadap pemberontak Houthi di Yaman. Sementara Arab Saudi ikut memerangi pemberontak Houthi.
Tensi yang terus meningkat itu pula yang menyebabkan kerap terjadi konflik berdarah. Kedua pihak saling melancarkan serangan termasuk roket dan serangan udara.
Belum lagi aktivitas Al-Qaeda yang berbasis dekat dengan semenanjung Arab, menambah intensitas kekerasan. Sudah ratusan nyawa manusia melayang akibat konflik, terutama di perbatasan kedua negara.
Durand line merupakan garis sejauh 2.400 kilometer yang memisahkan antara Afghanistan di sisi barat laut dan Pakisstan di tenggara.
Dilansir dari Foreign Policy, durand line termasuk daerah yang berbahaya hingga saat ini. Perbatasan itu dikenal senbagai wilayah yang tanpa hukum.
Para milisi Islam radikal seperti milisi, Taliban Pakistan (TTP), bahkan hingga ISIS menjadikan wilayah itu sebagai markas mereka.
Masing-masing wilayah tentu memiliki warlord atau penguasa di durand line.
Mengutip CNBC, Pemerintah Pakistan bahkan sempat khawatir kemunculan kembali Taliban di Afghanistan bisa memantik gerakan TTP yang menjadi sorotan negara itu.
Durand line termasuk di wilayah Pakistan memang banyak dihuni orang-orang Pashtun yang merupakan mayoritas etnis di Afghanistan.
Sejak Mei 2020, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) melancarkan serangan di beberapa lokasi di wilayah adat yang dikuasai India di seluruh Garis Kontrol Aktual (LAC), yakni Ladakh. Krisis ini semakin meningkat ketika pertempuran di Lembah Galwan menewaskan 20 tentara India dan sejumlah tentara Cina yang tidak diketahui jumlahnya, dilansir Lowy Institute.
Persaingan ini membuat perombakan infrastruktur besar-besaran, memicu harapan dan ketakutan di antara penduduk setempat. Terowongan dan jalan-jalan baru dibuat di wilayah itu. Bahkan, desa-desa di daerah itu juga dihubungkan dengan kabel telepon dan internet.
Walaupun begitu, pergerakan tentara India di Danau Pangong Tso, salah satu wilayah Ladakh, meningkat. Daerah yang dahulunya dipenuhi wisatawan kini digantikan oleh tentara India yang berpatroli di daerah itu sepanjang hari, dilansir DW.
Mengutip Foreign Policy, sekira puluhan ribu nyawa manusia melayang di perbayasan antara AS dan Meksiko sepanjang 3138 kilometer itu.
Peredaran narkoba hingga imigran ilegal termasuk human trafficking menjadi masalah serius di banyak titik sepanjang garis perbatasan itu. Sejumlah titik perbatasan di wilayah Meksiko kerap terjadi konflik berdarah antar-gangster yang berebut kekuasan.
Salah satu sumber yang diperebutkan adalah akses untuk menyelundupkan narkotika hingga imigran ilegal ke AS.
Masalah perbatasan ini pula yang menjadi persoalan pelik bagi kedua negara, terutama AS. Mantan Presiden AS Donald Trump bahkan pernah melontarkan pernyataan akan membangun tembok besar untuk mencegah imigran dari Meksiko masuk.
Pernyataan Trump itu pun mendapat kritikan tajam karena menimbulkan antipati dari warga AS yang merupakan keturunan Hispanik asal Meksiko.
(pwn/bac)