Sementara terkait panic buying, ia mengaku belum menjumpai aksi borong barang-barang oleh warga di sejumlah perbelanjaan atau minimarket.
"Beda jika dibandingkan dengan awal-awal lockdown di sini, benar-benar terlihat ada panic buying oleh para warga. Sekarang biasa-biasa saja setiap kali saya belanja," ungkapnya.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Pertempuran Yaman hingga Harian Covid Singapura Lewati RI |
Lebih lanjut, Fahmi mengatakan tak ada pembicaraan serius di antara para warga London, termasuk rekan-rekan kerja dan tetangganya soal krisis suplai BBM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan ketika Brexit, diskusi dan perdebatan kerap ia dapati di antara para warga Inggris.
"Saya juga lihat berita-berita di sini soal suplai BBM sempat tersendat. Tapi berita-beritanya biasa saja. Tidak jadi kehebohan di sini," tutur Fahmi.
Tenaga profesional di perusahaan arsitektur lanskap London itu pun menduga karena masyarakat di Inggris tak langsung bergantung dengan suplai BBM, terutama di sektor privat.
Lihat Juga : |
"Mungkin karena di sini (Inggris) aktivitas keseharian tak begitu mengandalkan kendaraan pribadi seperti di kota-kota besar di Indonesia."
"Warga di sini tentu punya mobil, tapi biasanya digunakan hanya untuk perjalanan jauh misalnya ketika liburan. Untuk bekerja, di sini juga sudah terbiasa menumpang transportasi publik. Layanan itu juga sejauh ini lancar-lancar saja di sini (London)," ungkap Fahmi.
Ia melanjutkan, mayoritas warga di Inggris juga sudah terbiasa bersepeda dalam aktivitas keseharian mereka. Beda halnya dengan kota-kota besar di Indonesia, banyak warga masih mengandalkan kendaraan roda dua yang membutuhkan BBM.
(bac)