ANALISIS

Konsulat AS di Yerusalem dan Motif Biden 'Lirik' Palestina

CNN Indonesia
Kamis, 14 Okt 2021 19:30 WIB
Rencana AS membuka kantor konsulat untuk Palestina di Yerusalem dinilai sejumlah pengamat bentuk keinginan Presiden Joe Biden mendekati dunia Islam. Apa alasannya?
Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, kota yang kerap menjadi sumber konflik Israel-Palestina. (Foto: REUTERS/AMMAR AWAD)

Meski sikap AS tak akan berubah drastis mendukung Palestina seratus persen, Yon menuturkan Negeri Paman Sam di tangan Biden mencoba menyampaikan pesan keadilan kepada global dengan bersikap netral dalam menangani konflik Israel-Palestina.

Sebab, menurut Yon, AS bagaimana pun memiliki kedekatan dan kepentingan dengan Israel. Dan selama ini, Palestina kerap dianggap tidak pernah mendapat keadilan dari sisi hubungan AS-Israel.

"Jadi Biden ingin mencoba memfasilitasi itu, mengakomodasi kepentingan umum Palestina," ucap Yon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yon menuturkan Biden juga ingin berupaya menyatukan kembali publik AS yang terpecah sejak Trump menjabat sebagai presiden.

Dengan sederet kebijakan yang mengutamakan keadilan dan ramah terhadap Muslim, Biden dinilai berharap dapat merangkul masyarakat Muslim Amerika dan minoritas lainnya agar dapat mempersatukan bangsa.

"Karena Biden mengerti perpecahan dalam masyarakat AS sendiri tidak akan menguntungkan Amerika. Dia ingin mencoba menyatukan warga asli AS dan pendatang supaya bisa membangun AS dari tantangan global saat ini," ucap Yon.

Senada dengan Yon, Dr. Emile Nakhleh, mantan pejabat Pusat Intelijen AS (CIA), mengatakan pandangan Biden soal Muslim tak jauh berbeda dengan pendahulunya sebelum Trump, Presiden Barack Obama.

Menurut Nakhleh, Biden dan Obama sama-sama mendukung pendekatan "narasi tunggal" yang menegaskan bahwa AS tidak sedang berperang dengan Islam.

Biden bahkan berjanji melibatkan komunitas Muslim dalam pemerintahan. Nakhleh mengatakan melibatkan komunitas Muslim dalam urusan pemerintahan AS telah menjadi kebijakan Gedung Putih pascaserangan teror 9/11 pada 2001 silam.

Sejak itu, para pejabat AS mulai mengeksplorasi bahwa pendekatan militer saja tidak cukup untuk memberantas terorisme dan paradigma radikal, terutama di kalangan pemuda Muslim yang kini disebut mendominasi kaum Muslim dunia.

Nakhleh menulis pandangannya itu dalam opini berjudul The Biden Administration and MusliM World Engagement yang dirilis Berkley Center for Religion, Peace, & World Affairs.



(rds/bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER