Jakarta, CNN Indonesia --
Sebuah studi DNA yang dilakukan peneliti China, Amerika, dan Eropa menunjukkan fakta mengejutkan mengenai 13 mumi tertua di China, yang tadinya dianggap sebagai nenek moyang.
Studi itu mengindikasikan bahwa bahwa mumi-mumi yang ditemukan itu bukan merupakan nenek moyang bangsa China saat ini.
Para peneliti melihat informasi genetik dari mumi Lembah Sungai Tarim, Privinsi Xinjiang, China. Mumi-mumi itu merupakan di antara yang tertua, berasal dari 3.700 hingga 4.000 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DNA lain yang diambil yakni lima mumi yang berasal dari Dzungarian, utara Xinjiang, China. Mereka berasal dari 4.800 dan 5.000 tahun yang lalu, dianggap manusia tertua yang ditemukan di wilayah itu.
"Mumi-mumi itu telah lama menarik perhatian para ilmuwan dan masyarakat sejak penemuan aslinya. Selain diawetkan dengan cara yang luar biasa, mereka menunjukkan elemen budaya yang beragam dan tersebar luas," kata asisten profesor antropologi dari Universitas Harvard, Christina Warriner seperti dikutip CNN, Kamis (28/7).
Warriner lalu berujar, "Kami menemukan bukti kuat bahwa sebetulnya mereka merepresentasikan populasi lokal yang terisolasi."
Asisten profesor dari Universitas Texas, Vaghees Narasimhan menyebut DNA itu memberi bukti kuat mengenai pergerakan orang saat catatan atau petunjuk lain minim.
Meski ia tak terlibat dalam penelitian itu, Vaghees menyebut studi itu menarik.
Dari hasil penelitian menunjukkan mumi Lembah Sungai Tarim tak menunjukkan tanda-tanda percampuran dengan kelompok lain yang hidup di masa itu.
Menurutnya, isolasi itu berbeda dengan pemisahan genetik mereka yang tampaknya bisa menerima ide dan teknologi baru dari penggembala dan para tetangga petani mereka.
"Sementara (mereka) juga mengembangkan elemen budaya unik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain," kata Vaghees.
Terkait ras di Siberia dan Amerika, lanjut baca di halaman berikutnya...
Mumi itu diduga kuat merupakan keturunan langsung dari kelompok yang tersebar luas selama Zaman Es, tetapi sebagian dari mereka menghilang sekitar 10 ribu tahun lalu.
Mereka disebut sebagai manusia Eurasia Utara Kuno. Jejak populasi pemburu dan meramu ini, hanya bertahan sebagian kecil dari gen populasi masa kini. Namun punya kemiripan yang tinggi dengan penduduk asli di Siberia dan Amerika.
Sampel genetik dari wilayah lain, menunjukkan orang yang berasal dari campuran dengan populasi di Zaman Perunggu berbeda di wilayah tersebut. Hal ini semakin membuat bahwa mumi Tarim terisolasi secara genetik.
"Ini adalah wilayah persimpangan jalan yang luar biasa. Ada percampuran yang dinamis antara Utara, Selatan, Timur, dan Barat sejak 5 ribu tahun lalu," kata profesor antropologi dari Universitas Washington, Michael Frachetti.
Ia memandang itu sebagai paradoks. Para mumi itu merupakan komunitas yang sangat terintegrasi dari perspektif budaya tetapi ada hal unik lain.
"(Mereka) mempertahankan beberapa komponen yang sangat ikonik dan unik dari idelogi lokal mereka sendiri, budaya lokal, tradisi pemakaman lokal serta profil genetik yang tampaknya tidak bercampur dengan leluhur mereka," katanya.
Narasimhan menilai masih ada kemungkinan suatu populasi diisolasi secara genetik, namun secara budaya kosmopolitan.
"Genetika tidak harus selalu berjalan seiring dengan pertukaran budaya atau bahasa," katanya.
"Orang selalu dapat mengadopsi teknik baru baik itu pertanian atau pengerjaan logam dari kelompok lain, atau mengubah praktik pemakaman mereka dan sebagainya, tanpa perpindahan atau pergantian penduduk."
Sementara studi DNA mengungkapkan rincian soal mumi, hal tersebut tidak mungkin menjadi akhir mengenai asal-usul mereka.
Studi ini mengindikasikan mumi yang ditemukan di satu situs, dan tidak jelas apakah penelusuran situs yang lebih luas di Basin Tarim bisa menghasilkan penemuan ikatan genetik yang berbeda, kata Narasimhan.
Sementara Farchetti mengatakan sampel genetik kuno dari wilayah itu sangat bagus. Ada kemungkinan bahwa mereka dapat menemukan pengaruh genetik lain dari Himalaya atau Tibet.
Meskipun penelitian sebelumnya telah menunjukkan mumi hidup di tepi oasis di padang pasir, namun masih belum jelas alasan mereka dikubur di perahu yang ditutup kulit sapi dan dayung di kepala mereka. Praktik langka yang tidak terlihat di tempat lain.
"Mereka mengubur tubuh mereka di perahu, dan tidak ada orang lain yang melakukannya. Itu berarti dari mana tradisi itu berasal, tetap menjadi salah satu teka-teki terbesar dari populasi gurun ini, yang seharusnya menjadi komunitas terakhir di dunia ini," kata Farchetti.