5 Derita Warga Atasi Krisis 100 Hari Taliban: Jual Anak hingga Narkoba

CNN Indonesia
Jumat, 26 Nov 2021 09:05 WIB
Usai Taliban berkuasa, warga Afghanistan terus didera krisis. Seratus hari sudah mereka menempuh berbagai cara untuk bertahan, dari menjual anak hingga narkoba.
Ilustrasi pasar opium Afghanistan. (AFP/Bulent Kilic)

Jual senjata peninggalan AS

Selama Taliban berkuasa, sejumlah senjata buatan Amerika Serikat dan perkakas militer lainnya dijual terbuka di toko-toko senjata Afghanistan.

Tiga penjual senjata di Kandahar mengatakan bahwa banyak warga Afghanistan membuka toko di provinsi itu. Mereka menjual pistol, senapan, granat, teropong, dan kacamata night-vision buatan AS.

Menurut penjual senjata, pasukan pemerintah dan milisi Taliban kerap membeli senjata, amunisi, dan material pertahanan di toko itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka bercerita kepada The New York Times bahwa selama pemberontakan, Taliban sudah sering mencari senjata dan perlengkapan buatan Amerika.

Usai berhasil menduduki istana kepresidenan di Kabul, permintaan senjata dari Taliban berkurang. Para pedagang kemudian menjual ke pengusaha Afghanistan.

Menurutnya, banyak pengedar senjata Afghanistan juga kini menyelundupkan senjata ke Pakistan.

Penjualan ganja diduga akan meningkat

Tak lama usai berkuasa, Taliban mengumumkan akan melarang produksi opium. Namun, salah satu penjual ganja, Ahmed Khan, merasa seruan itu tak akan berpengaruh.

Ahmed Khan menjadi penjual opium itu wilayah Baramcha, wilayah dekat perbatasan Pakistan.

Khan sendiri sudah menjadi opium di wilayah yang berbatasan dengan Pakistan, Baramcha, selama 25 tahun. Ia yakin Taliban tak akan sungguh-sungguh menjalankan rencana melarang penjualan opium.

"Akan ada reaksi dari petani opium, bandar narkoba, dan masyarakat jika Taliban melarang produksi opium," ujar Khan seperti dikutip The Guardian.

Taliban, katanya, paling diuntungkan dari produksi opium selama 20 tahun ini. Tak lama setelah Taliban mengumumkan rencana pelarangan tersebut, harga opium melonjak dua kali lipat, dari  £445  (Rp8,4 juta) menjadi £810 (Rp15 juta) per 4,5 kilogram.

"Tapi sekarang penjual tahu itu tak akan dilarang, harga turun menjadi  £501. Akan ada ledakan penjualan opium." tuturnya.

Tak hanya Khan, Abdul Ahad juga sangsi Taliban akan melarang penjualan opium di tengah krisis ekonomi yang menerjang Gubernur Provinsi Helma.

"Petani akan menghadapi ancaman kekeringan. Lahan pertanian dan kebun buah-buahan sangat terdampak dan itu akan memaksa banyak petani menanam bunga poppy karena itu adalah satu-satunya sumber kehidupan," kata Ahmad.

Menurutnya, beberapa petani Afghanistan sekarang memanen tanaman opium hingga tiga kali dalam setahun demi memenuhi permintaan.

Seorang warga lain dii Musa Qala, Mohammed Yaqoob, juga ragu karena ia sudah menjadi petani opium lebih dari 20 tahun.

"Kami tidak punya cara lain untuk mendapatkan uang. Jika Taliban akan melarang pertanian opium, itu berarti mereka ingin kami kelaparan, yang menurut saya tidak akan mereka lakukan. Kami akan melawannya," kata Yaqoob.

Petani opium lain, Amrullah, juga menyatakan hal serupa. Dia telah menanam opium selama empat dekade. Dia tidak punya tanah, tetapi bertanggung jawab untuk bertani dan merawat tanaman.

Sebagai imbalannya, ia mendapat seperempat dari pendapatan, yang biasanya mencapai antara £ 4 ribu atau sekitar Rp64 juta hingga  £ 7 ribu atau setara Rp112 juta dalam setahun.

"Kami tidak mendapatkan apa-apa saat menanam gandum dan sayuran yang butuh banyak air. (Tanaman itu) tidak bisa menambah penghasilan kami," kata Amrullah.

"Saya telah mendapatkan banyak uang (dari penanaman opium) sejak 2015 hingga 2019, tapi karena perang yang intens dan kekeringan melanda, panen terdampak. Saat Taliban kembali berkuasa, kami berharap kami akan menanam opium dan bisa bekerja secara damai."

(isa/has)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER