Penanganan manajemen rumah sakit dinilai menjadi salah satu penyebab lonjakan Covid-19 di Korsel.
Secara keseluruhan, saat ini rumah sakit di Korsel merawat 723 pasien Coid-19 bergejala berat.
Pejabat kesehatan Korsel, Son Young-rae, mengatakan ranjang Unit Perawatan Intensif (ICU) di Seoul bahkan sudah terisi hingga 89,2 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korsel berencana menambah jumlah ranjang rumah sakit hingga 1.300 tempat tidur hingga pertengahan Desember.
Akibat mengalami lonjakan pasien Covid-19, RS akan dipaksa membuat keputusan memilih pasien mana yang akan dirawat.
Dokter bedah dan spesialis perawatan kritis dari Asan Medical Center, Hong Suk-kyung, mengatakan tim satgas Cvid-19 di Korsel di setiap rumah sakit bahkan harus meninjau urutan prioritas pasien mana yang dapat dirawat.
"Kebijakan penugasan tempat tidur Covid-19 gagal mempertimbangkan pasien mana yang mungkin menggunakan sistem perawatan kritis," kata Suk-kyung dikutip Korea Herald.
Sebagai contoh, baru-baru ini ada seorang perempuan hamil berusia 30 tahunan tak bisa dirawat di rumah sakit, lantaran ranjang terakhir ditempati lansia 89 tahun yang menjalani perawatan dan butuh alat penunjang kehidupan.
Pemerintah dan tenaga kesehatan, lanjutnya, memiliki tanggung jawab soal kemungkinan tersebut dan merencanakan skema terburuk.
"Sejauh ini, ICU berhasil merawat pasien yang datang. Tapi mungkin itu tidak akan terjadi sebentar lagi, jika langkah yang tepat tak diambil. Mungkin tidak semua orang bisa berobat," katanya.
Menurut Rumah Sakit Sacred Heart di Universitas Halyyim, Park Sung-hoon, mengalokasikan sumber daya yang lebih besar untuk perawatan pasien covid-19 kritis sama saja menelantarkan pasien non-Covid yang juga sama-sama sakit dan butuh perawatan.
"Yang berbahaya adalah soal kualitas perawatan yang didapat pasien, dan membuat pasien lain yang bukan kasus Covid-19 kehilangan kesempatan mereka untuk menjalani terapi ICU," ucap Park.