Jakarta, CNN Indonesia --
Belum lama ini, Chile punya pemimpin baru dari generasi milenial, Gabriel Boric usai berhasil memenangkan putaran kedua. Sejumlah negara juga memiliki pemimpin yang lahir sekitar tahun 1981 hingga 1995 atau tergolong dalam generasi milenial,
Berikut lima pemimpin negara dari generasi milenial.
1. Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un
Kim Jong-un menggantikan posisi sang ayah, Kim Jong-il untuk memimpin Korea Utara saat usianya baru 27 tahun. Kim lahir pada 8 Januari 1984, kini usia dia 36 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kim Jong-il meninggal pada 17 Desember 2011, di usia 69 tahun. Namun kematian eks pemimpin itu baru diketahui publik usai dua hari. Televisi pemerintah Korut mengumumkan kabar duka itu pada 19 Desember.
Kim Jong-un disebut sangat berambisi soal pengembangan nuklir dan memperkuat basis militernya. Di tengah krisis pangan yang sedang melanda, mereka terus melakukan uji coba nuklir untuk mengancam pihak lawan.
2. Perdana Menteri Finlandia, Sanna marin
Sanna Marin menjadi Perdana Menteri Finlandia sejak 10 Desember 2019.
Perempuan kelahiran 16 November 1985 itu juga menjadi ketua Partai Demokratik Sosial pada 2020.
Ia lahir di Helsinki. Namun ia menghabiskan sekolah menengah di 2004. Marin lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Universitas Tampere. Pada 2020, ia menikah dengan Markus Raikkonen, dan dikaruniai satu anak perempuan.
Marin mulai terjun di dunia politik dan mulai bergabung dengan organisasi sayap Partai Demokrat pada 2006. Dua tahun kemudian, dia maju ke pemilihan dewan perwakilan kota Tampere. Meski gagal, ia tak gentar dan mencoba lagi pada 2012. Di tahun ini, ia berhasil terpilih menjadi DPD Tampere.
Kemudian pada 2015-2019 ia menduduki kursi di parlemen. Di antara rentang waktu itu, pada 2017, ia terpilih sebagai wakil pemimpin pertama Partai Sosial Demokrat.
Marin menggantikan posisi Antti Rane usai mengundurkan diri lantaran terlibat kasus perselisihan gaji, yang memicu pembubaran koalisi.
Lanjut baca di halaman 2...
3. Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Adern
Jacinda Adern menduduki posisi perdana menteri pada 2017, di usia 37 tahun.
Ia lahir di Hamilton, Selandia Baru pada 26 Juli 1980.
Pada Agustus 2017, Adern menjadi memimpin partai Buruh, dan satu bulan setelahnya ia terpilih menjadi perdana menteri termuda Selandia Baru dalam 150 tahun terakhir.
Masa kecil Adern dihabiskan di kota kecil Murupara. Arena ini dikenal sebagai pusat aktivitas geng Maori. Anak-anak di wilayah ini kerap tak mengenakan sepatu dan tak bisa makan siang, kondisi ini yang membuat perempuan itu terjun ke dunia politik.
Sebelum menyelesaikan gelar sarjana di prodi Ilmu komunikasi, Adern mulai memperluas asosiasinya dengan partai Buruh. Kemudian pada 1999, ia bergabung dengan partai tersebut.
4. Emir Qatar, Tamim bin Hamad
Al Thani Tamim menjadi Emir Qatar pada 2013, saat usianya 33 tahun. Ia menggantikan posisi ayahnya.
Tamim menuntaskan pendidikan di Inggris. Mengikuti jejak ayahnya, ia belajar di Akademi Militer, Sandhurst. Ia kemudian lulus pada 1998.
Dia kembali ke Qatar usai ditugaskan menjadi perwira angkatan bersenjata di negaranya. Pada 2003, Tamin terpilih menggantikan saudaranya, Jassim, sebagai putra mahkota.
Selama beberapa tahun, Tamim dipersiapkan untuk memimpin negara, mengurus serangkaian ekonomi, diplomasi, dan keamanan nasional Qatar. Lalu pada 2009, ia terpilih menjadi wakil panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Upaya Tamim saat menjadi putra mahkota selama sepuluh tahun terakhir terlihat di sektor hubungan internasional.
5. Presiden El Salvador Nayib Bukele
Bukele terpilih menjadi presiden El Salvador pada 2019. Ia meruntuhkan kekuatan dan pengaruh Aena dan FMLN dalam pemilihan presiden di El Salvador.
Ia lahir pada 24 Juli 1981 dari pasangan Olga Ortez de Bukele dan Armando Bukele Kattan, seorang pengusaha terkemuka.
Besar di lingkungan pengusaha, membuat Nayib memiliki jiwa usaha bahkan saat usianya masih belia. DI usia 18 tahun, dia disebut sudah mengelola perusahaan.
Tak hanya itu, ia juga terjun ke dunia politik. Pada 2012, Nayib terpilih menjadi wali kota Nuevo Cuscatlan. Di tahun 2015 ia kembali mencalonkan diri menjadi Wali kota San Salvador, dan ia berhasil.
Usai konflik dengan partai yang mengusung dirinya, FMLN, ia mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dan menenangkan kontestasi itu.