Taliban Disebut Kekurangan Staf Ahli Pimpin Afghanistan
Taliban disebut tengah mengalami kekurangan staf ahli usai lima bulan memimpin Afghanistan. Menurut laporan, banyak pejabat pemerintah yang minim keahlian.
"Banyak teolog yang dipilih berasal dari lulusan Darul Uloom Haqqania, salah satu seminari Islam tertua dan terbesar di Pakistan," demikian menurut laporan New York Times dikutip Tolo News pekan lalu.
Pekerjaan pemerintah, tulis laporan itu, diberikan sebagai perlindungan bagi mantan pejuang dan orang buangan yang tinggal di Pakistan.
"Tetapi tidak semua memiliki keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu," lanjutnya.
Namun, Taliban membantah laporan tersebut.
"Kami menyangkal laporan New York Times yang mengatakan Imarah Islam menghadapi kekurangan staf," ujar wakil juru bicara Taliban,Bilal Karimi.
Salah satu anggota dewan Taliban yang melatih dan mendidik tentara, Wahidullah Hashimi, mengatakan hal tersebut berkaitan dengan masalah korupsi di pemerintahan sebelumnya, dan orang asing yang menngate warga Afghanistan yang punya bakat.
"Orang asing dengan sengaja mengevakuasi warga Afghanistan, yang paling penting, mereka yang berpendidikan dan profesional, untuk melemahkan Emirat Islam dan merusak pemerintahan kita," kata Hashimi.
Hashimi mengaku berkomunikasi dengan beberapa warga Afghanistan di berbagai belahan dunia dan mendorong mereka kembali ke Afghanistan.
"Kami sangat membutuhkan bantuan dan keahlian mereka untuk membantu rakyat dan pemerintah mereka," kata dia.
Menanggapi hal itu, pengamat politik,Toreq Farhadi, mengatakan Taliban harus menunjuk individu yang profesional untuk mengisi posisi di pemerintahan dan menyertakan mereka dalam pengambilan keputusan.
"Itu membantu profesionalisme dan pengakuan (di pemerintahan Taliban)," kata Toreq.
Setelah Taliban berhasil mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus lalu, banyak warga yang memiliki keahlian meninggalkan negara itu.
Banyak di antara mereka yang tak ingin di bawah kendali Taliban.
Selain kekurangan staf ahli, dari sisi ekonomi juga Afghanistan tengah menghadapi krisis. Bantuan asing tak kunjung datang, sementara warga semakin kelaparan.
Beberapa bahkan menjual anaknya untuk dinikahkan dengan seorang yang lebih mampu secara finansial demi bertahan hidup.