Jakarta, CNN Indonesia --
Taliban baru-baru ini mengumumkan berencana membentuk batalyon penyerang bom bunuh diri, Brigade Syahid. Rencana itu sebagai bagian dari kekuatan tentara nasional Afghanistan yang difungsikan untuk memerangi bom bunuh diri.
"(Pasukan itu) akan di bawah kendali Kementerian Pertahanan dan akan difungsikan untuk operasi khusus," kata Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid seperti dikutip dari The Conversation, pekan lalu.
Misi bunuh diri dan kemartiran sudah sejak lama dikaitkan dengan aktivitas teroris. Sebelum Taliban berhasil mengambil alih Afghanistan pada Agustus 2021 lalu, mereka menggunakan penyerang bom bunuh diri untuk menargetkan Amerika Serikat, Inggris, dan tentara nasional Afghanistan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua bentuk kekerasan yang mendominasi yakni alat peledak improvisasi yang diaktifkan korban (IED) dan bom bunuh diri di daerah berpenduduk.
Banyak serangan yang terjadi di Afghanistan dilakukan anak-anak. Mereka dinilai mudah terpapar paham radikal seperti cuci otak untuk tujuan akhir dan menjadi "martir".
Pengharapan imbalan di akhirat dan janji surga seperti inilah yang terlibat dalam radikalisasi. Dengan demikian, hal ini dapat digunakan dalam perekrutan brigade syahid Afghanistan.
Bagaimana kegiatan semacam itu cocok untuk aktivitas militer?
Di abad 21, bom bunuh diri di Afghanistan, Pakistan dan Irak menjadi hal yang biasa. Insiden ini kerap dijadikan alat beberapa organisasi teroris untuk menyerang target.
Rentetan bom diri ISIS di Afghanistan, baca di halaman berikutnya...
Sejak Januari 2017, ISIS cabang Khorasan (ISIS-K) telah bertanggung jawab atas hampir 100 serangan terhadap warga sipil di Afghanistan dan Pakistan. Selain itu, 250 bentrokan dengan pasukan keamanan AS, Afghanistan dan Pakistan juga terjadi.
Sejak Taliban memimpin Afghanistan, ISIS-K semakin getol meluncurkan serangan harian terhadap mereka. Dalam melancarkan operasinya, kelompok ekstremis itu juga menyergap, mengebom, dan membunuh target.
Mereka juga terus melakukan serangan korban massal terhadap warga sipil, dan menargetkan minoritas Hazara Syiah.
Di samping itu, Taliban juga telah menggunakan kekerasan terhadap warga sipil. Dalam perebutan wilayah di Lembah Panjsir, pertempuran Taliban dengan kelompok aliansi utara sedikitnya menewaskan 20 orang.
Menurut laporan Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), selama paruh pertama 2021, pertama sebanyak 38 persen korban sipil yang tewas disebabkan IED, yang digunakan ISIS-K dan Taliban.
Penggunaan IED yang mayoritas dilakukan Taliban, mengakibatkan 42 persen lebih banyak korban sipil tewas daripada selama periode yang sama pada tahun 2020.
UNAMA telah meminta Taliban untuk melarang penggunaannya.
Dalam dua dekade terakhir, bom bunuh diri telah dikaitkan dengan pemberontakan, terorisme, dan peperangan yang tak teratur. Ini adalah pemberontakan apokaliptik dan utopis, di mana hukuman dan penghargaan agama menjadi dasar tindakan.
Sekarang mereka akan menjadi anggota tentara nasional, dianugerahkan dengan pengakuan dan legitimasi. Ini adalah semacam terorisme negara di mana negara tidak melindungi warga sipil, atau tentara.
Sejak Taliban menguasai Afghanistan, keamanan menjadi isu yang disoroti pihak internasional. Sebelumnya mereka berjanji akan membawa keamanan usai memimpin namun yang terjadi justru sebaliknya.
Bom bunuh diri terjadi berulang kali dan kerap menargetkan minoritas suku Hazara.
Selain terancam bom, warga Afghanistan juga terancam kelaparan imbas krisis ekonomi yang menyerang negara itu.