Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui rencana penjualan 36 jet tempur F-15 dan berbagai macam peralatan militer senilai US$14 miliar (Rp200,8 triliun) ke RI, Kamis (10/2).
Kemenlu AS menyatakan persetujuan penjualan ini diberikan untuk meningkatkan keamanan mitra regional. Jet tempur F-15 ini dikatakan memiliki keunggulan udara yang dicapai lewat perpaduan kemampuan manuver dan akselerasi, jangkauan, senjata, dan avionik.
Jet tempur produksi Boeing ini telah lama digunakan dalam berbagai pertarungan yang melibatkan AS dan sekutu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut beberapa pertempuran di dunia yang pernah melibatkan jet F-15:
1. Perang Teluk I (Irak dan Kuwait)
Mengutip situs resmi Angkatan Udara AS, Perang Teluk I dimulai pada 17 Januari 1991. Di awal serangan, kubu AS mengerahkan 24 jet tempur F-15E. Target serangan ini adalah situs rudal Scud yang dijaga ketat.
Perang ini terjadi karena pemimpin Irak kala itu, Saddam Hussein, memerintahkan invasi dan pendudukan di Kuwait untuk membatalkan utang Irak ke negara itu. Irak juga ingin menguasai cadangan minyak negara itu, dikutip dari Britannica.
Dalam perang ini, AS melakukan Operasi Badai Gurun (Desert Storm) yang terbagi dalam dua fase. Di fase pertama, AS dan koalisinya melakukan serangan udara dari 17 Januari sampai 24 Februari 1991. Dalam serangan udara ini, jet tempur F-15E dikerahkan.
Di fase kedua, yakni terjadi dari 24 sampai 28 Februari, koalisi AS melakukan Operasi Desert Sabre.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
2. Perang Yugoslavia (Bosnia)
Perang Yugoslavia melibatkan tiga etnis, yakni Bosnia, Serbia, dan Kroasia, pun juga tentara Yugoslavia dan negara Barat, dikutip dari Britannica.
Dalam perang ini, jet F-15 digunakan sebagai alutsista sekutu AS. Misi utama pesawat tempur itu adalah melumpuhkan instalasi militer musuh di darat.
Mengutip BBC, perang Yugoslavia terjadi kala tensi dalam etnis Serbia, Kroasia, Muslim Bosnia, Albania, dan Slovenia meningkat. Yugoslavia awalnya merupakan negara federasi dari beberapa etnis tadi, tetapi terpecah dan mulai banyak wilayah yang ingin mendeklarasikan diri.
Pada 1991, Kroasia dan Slovenia mendeklarasikan kemerdekaan. Tentara Yugoslavia, yang didominasi Serbia, menyerang kedua negara itu.
Bosnia, negara dengan campuran etnis Serbia, Muslim, dan Kroasia, juga ikut mencoba merdeka. Namun, keinginan ini ditentang Serbia Bosnia yang didukung oleh Serbia di Yugoslavia.
Di bawah kepemimpinan Radovan Karadzic, Serbia mengancam pertumpahan darah jika Muslim Bosnia dan Kroasia memisahkan diri.
Meski sempat terjadi gencatan senjata pada 1992, perang tetap meletus dan menyebabkan lebih dari 100 ribu orang tewas.
Perang ini berakhir setelah NATO mengebom kubu Serbia Bosnia dan tentara Muslim.
AS kemudian menengahi dua kubu dan membagi Bosnia ke dua pemerintahan, yakni republik Serbia-Bosnia dan federasi Muslim-Kroasia.
3. Perang di Afghanistan
Mengutip Reuters, jet F-15 sempat dikerahkan dalam perang di Afghanistan. Pada 2009, satu jet tempur F-15E milik AS jatuh di timur Afghanistan dan menyebabkan dua awak pesawat tewas.
Kala itu, Taliban masih berperang dengan pemerintahan Afghanistan yang didukung AS dan NATO.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan militan mereka yang bertanggung jawab atas serangan jet ini. Taliban juga kerap mengklaim bertanggung jawab atas kecelakaan militer udara Barat yang terjadi di Afghanistan.
Meski demikian, banyak pihak yang meragukan Taliban memiliki rudal yang bisa menjatuhkan jet supersonik.
Seperti diketahui, AS memutuskan menginvasi Afghanistan setelah peristiwa 11 September 2001. Tujuan awal invasi AS ke Afghanistan adalah memburu Al-Qaeda, dan pemimpinnya, Osama bin Laden, sebagai dalang utama serangan teror kala itu.
Afghanistan, yang kala itu dipimpin Taliban, memiliki relasi dekat dengan Al-Qaeda. Namun, masalah ini berkembang dan membuat AS memburu pasukan Taliban di negara itu.
Di sisi lain, perlawanan Taliban terhadap invasi AS dan sekutu di Afghanistan terus berlanjut. Taliban kerap meluncurkan bom bunuh diri dan serangan lain terhadap pasukan pemerintah Afghanistan dan Barat.
Taliban kemudian berhasil menguasai Afghanistan pada Agustus 2021.