Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang asisten rumah tangga (ART) asal Filipina di Hong Kong bermalam di taman selama dua hari usai dinyatakan positif Covid-19.
Jenny (bukan nama sebenarnya) mengaku tinggal di taman di Yau Ma Tei pada hari Selasa (16/2) usai hasil tes keluar.
Dia sebetulnya dijadwalkan terbang ke Filipina usai pihak berwenang menolak pengajuan visa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah tes keluar, Jenny diberitahu rumah sakit untuk menjalani karantina di rumah karena kapasitas RS sudah penuh. Selain itu, dia merupakan pasien tanpa gejala.
Namun, perempuan 35 tahun itu tak punya tempat pulang karena Jenny sudah mengundurkan diri dari pekerja yang sebelumnya.
"Saya kedinginan karena cuacanya sangat dingin. Saya benar-benar tidak (tahu) apa yang harus saya lakukan," kata dia kepada Hong Kong Free Press, Kamis (17/2).
Diketahui, suhu di Hong Kong diperkirakan turun hingga 10 derajat Celsius selama akhir pekan.
Jenny lantas dibantu Federasi Serikat Pekerja Rumah Tangga Asia (FADWU) Hong Kong. Kelompok ini memberi tenda, sleeping bag, masker, perlengkapan kebersihan dan beberapa makanan kepada dia.
Menurut keterangan FADWU, majikan memutus kontrak Jenny usai mereka tak memberi akomodasi yang layak. Ia harus tidur di lantai di samping lemari sepatu, mesin cuci dan pengering.
Sebelum FADWU memberikan bantuan, Jenny juga sudah menghubungi organisasi pekerja migran lain, HELP. Mereka mengaku akan memberi akomodasi pada Kamis malam.
Jenny hanya salah satu contoh dari sebagian besar kasus migran yang muncul di Hong Kong.
Direktur Eksekutif HELP, Manisha Wijesinghe, mengatakan terdapat krisis yang muncul usai pemerintah meningkatkan pengujian dan lebih banyak ART yang terinfeksi Covid-19.
"Jadi dalam dua hari terakhir, kami mendapat cukup banyak telepon dari ART yang positif Covid, dan kesulitan mencari tempat tinggal," kata Wijesinghe.
Mereka juga tengah menangani lima kasus pekerja rumah tangga asing lain yang berjuang mencari tempat berlindung.
Wijesinghe mengatakan tiga dari lima kasus akhirnya dikirim ke fasilitas karantina pemerintah di Penny's Bay, sementara dua pekerja lain harus tidur semalaman di area parkir rumah sakit.
Saat akan berangkat ke Filipina, salah satu dari dua pekerja itu dinyatakan positif Covid-19. Pekerja lain dilarang ke rumah majikan setelah dia dinyatakan positif.
"Saya pikir para pekerja rumah tangga ini tidak memiliki tempat tinggal untuk kembali, dan fakta bahwa mereka tidur (di jalan) berarti juga berbahaya bagi masyarakat umum," kata dia.
Kelompok itu mengatakan menerima bantuan dari departemen pemerintah, tetapi pihak berwenang "benar-benar kewalahan".
Ia mengaku sedang mencari solusi yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang. Selain menyediakan tempat berlindung, kelompok tersebut juga menyediakan tindakan sementara meliputi tenda dan sleeping bag.
"Saya pikir bagaimana gelombang Omicron berjalan, ini hanyalah puncak gunung es dan ini akan menjadi masalah yang muncul selama beberapa minggu ke depan," kata Wijesinghe.
Senada, Ketua Aliansi Migran Internasional (AMI), Eni Lestari, mengatakan pihaknya menerima telepon dari pekerja migran Indonesia setelah mereka dinyatakan positif.
AMI lalu menghubungi Konsulat Jenderal RI di Hong Kong. Mereka kemudian menempatkan salah satu tenaga kerja Indonesia di hotel karantina yang disediakan.
Menurut Eni, banyak pekerja rumah tangga asing yang harus bergantung pada majikan untuk mendapat informasi soal Covid-19 dan aturan jarak sosial terbaru.
"Komunitas tak punya pandangan. Kami tidak mengetahui semua perubahan informasi baru, termasuk apa yang harus dilakukan," kata dia.
Hingga kini, kasus Covid-19 di Hong Kong mencapai 37.071 kasus dan 242 kematian.