Pencaplokan Crimea oleh Rusia bermula dari konflik internal Ukraina. Pada November 2013 lalu, demonstrasi besar-besaran meletus. Warga menentang keputusan Presiden Ukraina saat itu, Victor Yanukovich, yang membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa.
Di internal Ukraina, masyarakat terpecah. Ada kelompok yang pro-Uni Eropa yakni warga dan politisi, ada pula yang pro-Rusia yakni warga Donetsk dan Crimea.
Unjuk rasa besar-besaran berlangsung selama tiga bulan dan ditanggapi dengan kekerasan aparat pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, demo itu menuai hasil. Mereka sukses melengserkan Yanukovich pada 22 Februari 2014.
Rusia menilai penggulingan itu sebagai plot kudeta. Mereka bahkan tak mau mengakui pemerintahan baru Ukraina.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL NATO Klaim Rusia Siap Serbu Ukraina sampai Belanda Minta Maaf ke RI |
Di malam Yanukovich lengser, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menggelar rapat darurat dan mengumumkan operasi rahasia untuk mencaplok Crimea.
"Kita harus mulai bergerak mengembalikan Crimea pada Rusia," kata Putin seperti dikutip AFP.
Beberapa hari usai rapat, sejumlah tentara mengambil alih parlemen di Crimea. Upaya itu disusul dengan pengambilan suara pemerintahan baru.
Para pemberontak itu memakai seragam tempur mirip tentara Rusia tanpa lencana pengenal.
Putin awalnya menyangkal pasukan itu tentara Rusia namun akhirnya mengakui setelah berhasil menduduki Crimea.
Di krisis Ukraina-Rusa kali ini, Amerika Serikat dan Inggris terus menyatakan Rusia bisa menggunakan False Flag sebagai dalih untuk memvalidasi serbuan mereka ke Kiev.
Amerika Serikat mengklaim punya bukti bahwa Rusia akan membuat video propaganda yang menggambarkan seolah-olah pasukan Ukraina menyerang Moskow.
Video propaganda itu nantinya mencakup jenazah dan aktor yang digambarkan sebagai pelayat serta gambar-gambar lokasi yang hancur.
(isa/bac)