Nasib Muslim Tatar Crimea di Bawah Kendali Rusia

CNN Indonesia
Senin, 14 Mar 2022 17:18 WIB
Crimea banyak berubah usai militer Rusia menduduki wilayah itu beberapa tahun silam, termasuk kehidupan muslim di sana.
Muslim Tatar saat salat di masid Crimea. (AP/Efrem Lukatsky)
Jakarta, CNN Indonesia --

Crimea banyak berubah usai militer Rusia menduduki wilayah itu beberapa tahun silam. Salah satu yang terdampak yakni Administrasi Spiritual Muslim Crimea dipimpin oleh Mufti Emirali Ablaev.

Mufti kemudian diketahui memihak pada pemerintah Rusia dan mengubah perkumpulan itu menjadi 'Organisasi Keagamaan Pusat Administrasi Spiritual Muslim Republik Crimea dan Sevastopol (Mufti Taurian)'.

"Semua komunitas Muslim di Crimea harus mendaftarkan diri di bawah yurisdiksinya," tulis laporan Administrasi Spiritual Muslim Republik Otonomi Crimea melalui rilis yang diberikan Kedubes Ukraina untuk Indonesia kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terdapat sekitar 700 hingga 1.000 komunitas Islam di semenanjung Crimea sebelum diduduki Rusia. Sebanyak 339 di antaranya adalah Administrasi Spiritual Muslim Crimea sementara banyak komunitas lainnya tidak terdaftar secara resmi, sebagian besar dari komunitas itu diketahui merupakan Hizbut Tahrir.

Selanjutnya, sekitar 50 ribu orang Tatar Crimea terpaksa meninggalkan wilayahnya dan memutuskan pindah ke Ukraina. Mereka berkumpul di berbagai kota dan desa dan membentuk suatu komunitas agama.

Pada tahun 2016, komunitas itu bersama dengan organisasi muslim lain di Ukraina membentuk Administrasi Spiritual Muslim Republik Otonomi Crimea. Sampai saat ini, dilaporkan setidaknya 21 komunitas keagamaan dari berbagai daerah di Ukraina telah bergabung.

"Tatar Crimea membentuk komunitas keagamaan di hampir semua tempat di mana mereka tinggal, untuk melakukan doa bersama terutama pada hari Jumat dan hari libur, serta untuk menjalankan ibadah seperti berdoa, upacara pemakaman, dan lain-lain," lanjut mereka.

Doa bersama biasanya dilakukan di masjid-masjid, yang banyak didirikan di Crimea, dan di ruang khusus untuk salat. Selain itu, biasanya, jemaah memilih seorang Imam yang dapat memimpin salat berjamaah, dapat membaca Al-Qur'an, memiliki riwayat pendidikan agama yang sesuai, atau yang paling berpendidikan dalam hal keagamaan di antara anggota masyarakat.

Belenggu Musim Crimea

Menurut otoritas pendudukan, selama 8 tahun terakhir sebanyak 40-50 masjid telah dibangun dan direnovasi di Crimea. Namun faktanya adalah, seiring dengan dibangunnya masjid-masjid baru, banyak juga terjadi kasus penutupan masjid serta pemutusan listrik dan infrastruktur masjid lainnya.

Contohnya, masjid di desa Ay Serez, kota Sudak pada 2 Juli 2016. Kemudian pada April 2019 ada delapan masjid, yaitu Masjid Juma-Jami dan masjid wilayah Ismail Bay di Yevpatoria, masjid Taraktasha di desa Dachne, kota Sudak, masjid di Alushta, masjid di desa Bogatovka, kota Sudak, masjid-masjid di desa Viktorivka dan Golubinka, kota Bakhchysarai, di desa distrik Uvarovka.

Adapun jumlah masjid di Crimea pada tahun 2003 adalah 124 dan sebelum pendudukan militer Rusia angka tersebut mencapai sekitar 300.

"Semua kasus ini terjadi atas dasar tuntutan dari otoritas pendudukan, agar semua komunitas Muslim di Crimea dikendalikan sepenuhnya oleh Organisasi Keagamaan Pusat Administrasi Spiritual Muslim Republik Crimea dan Sevastopol," kata mereka.

Tak hanya itu, Administrasi Spiritual Muslim Crimea disebut tidak hanya memaksa setiap komunitas dan masjid untuk bergabung, tetapi juga mengontrol penuh perkataan dan pemikiran umat.

Setiap Imam yang melaksanakan salat Jumat, baik di masjid atau di rumah doa, di kota atau di desa, menerima teks khutbah Jumat dari 'Mufti', kemudian mereka harus membacanya.

Belum cukup, setiap masjid diawasi dengan rekaman audio dan video. Ada pula petugas rahasia dari Dinas Keamanan Federal Federasi Rusia yang menyusup di antara jemaah. Mereka disebut telah memprovokasi umat Islam untuk berbicara tentang politik.

"Kemudian, rekamannya digunakan sebagai bukti kegiatan 'teroris' puluhan umat Islam Crimea," terang pernyataan itu.

Imam dan komunitas yang tidak menuruti peraturan Mufti akan dipanggil untuk membayar denda administratif atas tuduhan berkhotbah tanpa izin. Kasus yang terakhir yaitu Іmam Masjid Yukari Jami di kota Alushta, Yusuf Ashirov, yang divonis untuk membayar denda sebesar lima ribu rubel pada Juni 2020.

Kemudian pada Juni 2021, kasus yang datang Іmam dari Sudak, Ablyakim Galiyev. Ia divonis untuk membayar denda sebesar lima ribu rubel pada November 2020. Ada pula Imam dari Belogorsk, Murtazi Ablyazov, yang divonis membayar denda sebesar lima belas ribu rubel pada Februari 2021 karena salat Jumat tanpa sertifikat Mufti.

Kasus serupa juga terjadi pada Arsen Kantemirov, Asan Bekirov, Rasim Darvishev dan Imam-imam lainnya di Crimea. Secara keseluruhan, lembaga hak asasi manusia mencatat ada lebih dari 100 kasus 'tuduhan berkhotbah tanpa izin' selama pendudukan Rusia.



Larangan Buku Tertentu, Dicap Ekstremis

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER