Benarkah NATO Biang Kerok Invasi Rusia ke Ukraina?
Presiden Rusia, Vladimir Putin, memutuskan meluncurkan invasi ke Ukraina dan membuat negara itu hancur lebur. Wacana bergabungnya Ukraina ke dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) disebut-sebut menjadi alasan Putin melakukan invasi ini.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menyetujui bahwa Rusia menyerang Ukraina karena melihat potensi negara itu bergabung ke NATO.
"Iya itu, dan tentu memberi pelajaran agar ke depan Ukraina tidak lagi berkeinginan untuk menjadi anggota NATO," kata Hikmahanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (17/3).
Pendapat yang serupa juga diungkapkan pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah.
"Rencana bergabungnya Ukraina ke dalam NATO, dengan segala konsekuensi pertahanan dan keamanan yang ditimbulkannya kelak, sangatlah membuat Rusia khawatir. Rusia khawatir karena NATO dengan alutsista darat, laut, dan udara yang sangat canggih tersebut, berpotensi menyerang Rusia dan menghancurkan Rusia dari jarak dekat, termasuk mengganggu perbatasan Rusia-Ukraina yang rawan, sepanjang 1.900 kilometer. Karena itulah Rusia melakukan operasi militer khusus," jelas Rezasyah saat diwawancara CNNIndonesia.com, Kamis (17/3).
Namun, apakah hanya NATO yang menyebabkan Putin memutuskan menyerang Ukraina?
Rusia Ingin Ukraina Jadi 'Satelit' Moskow
Seorang anggota dari lembaga think-tank Dewan Hubungan Luar Negeri (CFR), Fiona Hill, menilai ada beberapa hal lain yang membuat Rusia memutuskan menyerang Ukraina.
Hill menuturkan, setelah 30 tahun Uni Soviet pecah dan 22 tahun setelah Putin berkuasa, Rusia berhasil membuat dirinya menjadi kekuatan politik dominan dan penjamin keamanan di Eurasia. Namun, hanya Ukraina dan tiga negara Baltik lain yang tak bisa digapai Moskow.
Dalam konteks ini, Moskow ingin kembali membuat Kyiv menjadi bagian dari orbitnya. Namun, Ukraina malah mencoba bergabung dengan NATO, mendekatkan diri dengan Eropa, pun meningkatkan kekuatan militer mereka. Tingkah Ukraina ini menunjukkan penolakan kepada Rusia.
Keinginan Rusia ini tak lepas dari ikatan sejarah antara keduanya. Pada masa Kerajaan Rusia, Ukraina dikenal sebagai 'Rusia Kecil.'
Pandangan ini muncul kala tsar (kaisar Rusia), mencoba menumbuhkan paham Ukraina dan Rusia merupakan satu orang. Pihak Rusia juga mencoba menghapus kepercayaan bahwa Ukraina merupakan negara yang merdeka dan berdaulat, dikutip dari The Conversation.
Dari kondisi ini, pihak Rusia melihat Ukraina sebagai seorang 'adik kecil.'
"Melihat tindakan Rusia kepada Ukraina sebagai adik kecil, Kremlin sulit membayangkan kemungkinan skenario bahwa Ukraina mungkin, suatu hari, bakal bergabung dengan aliansi Barat. Bahkan kemungkinan jauh dari skenario seperti itu membuat mereka marah," kata ilmuwan politik Rusia, Gulnaz Sharafutdinova, seperti dikutip Al-Jazeera.