Dihubungi terpisah, Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai memang ada kemungkinan gerakan neo-Nazi terjadi di Ukraina. Namun ia juga berpendapat bahwa tuduhan Putin terhadap Ukraina itu merupakan sebuah 'ancaman' khususnya untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Polemik ini menurutnya tak lepas dari ketidakinginan Vladimir Putin melepas legitimasinya. Putin bersikeras mempertahankan pengaruh Rusia sejak Ukraina menjadi negara berdaulat agar legitimasi itu terhapus, ia juga tidak ingin Rusia terancam kedaulatannya oleh kelompok yang diklaim neo-Nazi itu.
"Kalau menurut saya ya, kalau soal Nazi mungkin ada benarnya. Tapi menurut saya Putin mau memberikan pelajaran ke Zelensky, 'kalau kamu munculkan Nazi saya akan serang,' mungkin begitu," kata Hikmahanto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hikmahanto juga menilai, Putin sengaja bersikap 'alot' lantaran ia akan memberikan prasyarat kepada Ukraina seiring dengan Zelensky yang 'ngotot' ingin bertemu Putin secara langsung untuk bernegosiasi akhiri perang.
Hikmahanto berpendapat, Putin menuntut setidaknya tiga syarat utama bagi Ukraina demi mengakhiri perang.
Pertama, Ukraina harus menyatakan diri sebagai negara yang netral. Kedua, jaminan terhadap NATO yang sudah berbicara proses hukum kepada Putin.
"Dan ketiga, Presiden Ukraina Zelensky kalau perlu turun jabatan dan diganti pemimpin siapapun itu yang pro-Rusia," kata dia.
Dosen Politik Timur Tengah UIN Jakarta, A. Ubaedillah juga menilai nasib denazifikasi tergantung hasil perundingan yang ditempuh kedua pemimpin negara itu. Namun ia tak menampik bahwa polemik ini merupakan siasat Putin dalam menghadapi Ukraina.
"Denazifikasi ini merupakan wacana yang dimainkan oleh Putin selain demiliterisasi Ukraina. Ideologi Nazi merupakan paham dan kekuatan ultranasionalisme yang mengancam eksistensi rakyat yang selama ini dilakukan oleh Zelensky. Propaganda Nazi ini dianggap Putin sebagai ancaman bagi rakyat Rusia yang berada di Ukraina," kata Ubaedillah.
Senada dengan Hikmahanto, Ubaedillah juga berpendapat isu denazifikasi ini lantas dimanfaatkan Putin sebagai siasat untuk menyingkirkan Zelensky, pemimpin Ukraina yang dinilai Rusia "ke Barat-baratan".
"Yang ada denazifikasi otomatis akan off, jika Zelensky menyerah atau digantikan oleh pemerintah Ukraina pro-Rusia," pungkasnya.