Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang warga negara Indonesia (WNI) menceritakan kisahnya menjalani penguncian wilayah (lockdown) di Shanghai, China. Ia mengaku kaget karena kota terbesar ini dan China secara umum bisa 'kecolongan' dan mengalami kenaikan kasus Covid-19.
Salah satu WNI di Shanghai, Alisa, menuturkan ia cukup kaget dengan kondisi itu.
"Jujur, saya juga tidak menyangka ya Shanghai bisa 'kecolongan', jumlah case meningkat sampai per tanggal 28 Maret kemarin ini jumlahnya 96 kasus ditambah 4.381 kasus. Sembilan puluh enam kasus terkonfirmasi Covid-19 dan 4.381 yang tidak ada gejala terlihat atau tidak ada symptoms," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski merasa terkejut atas lonjakan yang terjadi di Shanghai kini, Alisa menilai lockdown yang dilakukan saat ini lebih manusiawi.
"Tapi saat ini saya rasa lockdown di sini cukup manusiawi dan setelah lebih dari dua pekan morat-marit lockdown sana-sini tidak begitu jelas dan efisien, akhirnya sekarang sudah dibuat jelas, 28 Maret sampai 1 April Pudong lockdown, 1 sampai 5 April nanti Puxi yang lockdown. Jadi masih ada harapan sih, bisa efisien dan terkendali setelah lockdown berjamaah kali ini," tutur Alisa.
Lockdown yang dilakukan di Shanghai ini dilakukan secara bertahap selama lima hari ke depan. Pemerintah membagi Shanghai dalam dua wilayah selama lockdown berlaku.
Alisa menceritakan, di area Pudong, lockdown akan diberlakukan mulai Senin (28/1) hingga Jumat (1/4). Sementara itu, lockdown di area Puxi akan dimulai mulai Jumat (1/4) hingga Selasa (5/4).
Namun, Alisa menuturkan keputusan ini diambil setelah sejumlah daerah di Shanghai sempat mengalami aturan yang berbeda mengenai lockdown.
"Yang terjadi dua pekan ini banyak tidak jelasnya. Ketidakjelasan yang terjadi, jadi banyak area yang sudah di lockdown. Ada yang udah di lockdown dalam dua pekan, ini tidak di release [dicabut]. Yang community saya ini, apartemennya, sempat di lockdown dua hari tambah dua hari, kemudian sudah di release," cerita Alisa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (28/3).
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Alisa mengaku pada lockdown kali ini jalur pembelian makanan dan minumannya terjamin. Ia juga mengatakan ada beberapa daerah yang masih mengizinkan kegiatan pesan-antar.
"Saya sendiri tidak merasakan ada kesulitan membeli kebutuhan pokok, baik online maupun offline, selama pandemi kali ini," ujarnya.
"Di sini kan banyak platform untuk belanja online. Jadi delivery order, kalau tempatnya, building managementnya gak terlalu strict, case nya gak terlalu berat, mungkin misalnya 5 km di area tersebut gak ada case positif, itu biasanya bisa delivery order."
Namun, ada pula daerah yang sulit memesan sayuran dan makanan harian. Ada juga daerah dengan peraturan ketat yang tak memperbolehkan warga membeli makanan dengan metode pesan-antar.
Tak hanya itu, pemerintah Shanghai juga terus melakukan tes massal. Ada pembagian alat tes Covid-19 yang bisa dilakukan secara pribadi. Hasil tes ini kemudian dilaporkan ke pihak manajemen gedung.
"[Saya] banyak melakukan tes Covid yang disediakan sama manajemen gedung dan mungkin juga diperintahkan sama pemerintah Shanghai di daerah per distrik. Jadi semuanya gratis dan semua orang dari setiap building atau setiap apartemen itu mengantre di satu tempat, kemudian di tes melalui cairan kerongkongan," kata Alisa.
"Nah itu tesnya ini kita pakai platform di handphone, scan QR code terus daftar, biasanya kayak gitu. Ini kira-kira udah dijalanin enam kali selama dua pekan ini. Banyak yang lebih dari enam kali," ujarnya lagi.
Walaupun begitu, Alisa menyayangkan bahwa ia harus kembali menunggu untuk bisa bebas pergi ke luar kota, pun ke luar negeri.
"Padahal harapan saya Tiongkok bisa mulai free karantina di akhir tahun ini, baik untuk bisnis maupun liburan. Kalau seperti ini kan mungkin jadi diundur lagi," ungkap Alisa.
Mengutip Our World in Data, China mencatat 1.293 kasus infeksi virus corona pada Senin (28/3). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada Januari lalu kala kasus Covid-19 di China kurang dari seribu.
Kenaikan kasus Covid-19 terjadi kala China masih bertahan menerapkan strategi nol-Covid mereka. China kerap menerapkan lockdown dan tes massal demi menangkal penyebaran virus corona.