Korea Selatan menyebut Korea Utara memalsukan uji coba rudal 'monster' yang dilakukan pekan lalu. Militer Korsel menilai tes tersebut, nyatanya, merupakan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang sama yang diuji pada 2017 lalu, Rabu (30/3).
Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan bahwa negaranya dan pihak Amerika Serikat menyimpulkan peluncuran rudal 'monster' pekan lalu merupakan ICBM Hwasong-15. Rudal jenis ini diuji coba oleh Pyongyang pada 2017.
"Intelijen AS dan Korsel telah menetapkan apa yang ditembakkan [Korut] pada 24 Maret lalu adalah Hwasong-15," kata seorang pejabat Kemhan Korsel kepada AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Kamis (24/3), Korut mengklaim berhasil meluncurkan rudal Hwasong-17. ICBM ini disebut mampu membawa banyak hulu ledak dan sempat ditunjukkan dalam parade militer pada 2020 lalu.
Sebelumnya, pihak Korsel dan Jepang mengonfirmasi secara terpisah bahwa rudal yang diluncurkan pada 24 Maret itu terbang lebih tinggi dan lebih lama daripada uji coba yang dilakukan sebelumnya.
Namun, sejumlah analis menyoroti dugaan pemalsuan peluncuran ini. Beberapa pihak menduga pemalsuan ini dilakukan untuk memperbaiki 'muka' Korut setelah gagal menguji coba rudal pada 16 Maret.
Kala itu, rudal yang dites Korut meledak tak lama setelah diluncurkan.
Para analis memercayai rudal yang mengalami gagal uji coba itu adalah rudal Hwasong-17 asli.
Menurut situs resmi NK News, puing-puing rudal yang gagal ini jatuh di dekat Pyongyang.
Pembuat kebijakan dari partai oposisi Partai Kekuasaan Rakyat (PPP), Ha Tae-keung, mengatakan bahwa warga Pyongyang mungkin merasa kaget karena peluncuran yang gagal ini. Ia juga menuturkan mungkin kegagalan ini dapat berdampak pada opini masyarakat kepada pemerintah saat ini.
Sementara itu, media pemerintah Korut, Rodong Sinmun dan KCNA tidak melaporkan kegagalan tes rudal kala itu.
Uji coba rudal 24 Maret ini dipantau langsung oleh Pemimpin Korut, Kim Jong-un. Kim juga menyampaikan pengujian ini dilakukan untuk mengatasi ancaman dari 'imperialisme AS.'
"Seluruh kekuatan harus dibuat sadar dengan fakta bahwa mereka harus membayar harga yang sangat mahal jika berani mencoba melanggar [kesepakatan] keamanan dari negara kami," kata Kim.