Jakarta, CNN Indonesia --
Syekh Yusuf Al-Qaradawi merupakan salah satu ulama berkewarganegaraan Qatar yang berasal dari Mesir. Qaradawi berasal dari gerakan Ikhwanul Muslimin yang dibuat oleh Hassan al-Banna di Ismailia, Mesir.
Tujuan dari gerakan Ikhwanul Muslimin adalah pengembalian Al-Quran dan Hadis sebagai dasar kehidupan sosial masyarakat Muslim. Gerakan ini menyebar di Mesir, Sudan, Suriah, Palestina, Lebanon, dan Afrika Utara, sebagaimana dilansir Britannica.
Namun, upaya pembunuhan mantan Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser, di Alexandria pada 26 Oktober 1954 membuat gerakan Ikhwanul Muslimin mengalami penindasan paksa. Sebanyak enam pemimpin gerakan ini diadili dan dieksekusi karena dituduh berkhianat, sementara banyak dari mereka yang dipenjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qaradawi, sebagai salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin, juga tak luput dari upaya penindasan tersebut.
Mengutip Al-Arabiya, Qaradawi pergi ke Doha, ibu kota Qatar pada 1962. Kemudian, ia membangun hubungan erat dengan pemimpin Qatar hingga saat ini.
Qaradawi diberikan kewarganegaraan Qatar pada 1968 oleh Syekh Khalifa bin Hamad Al Thani, yang adalah salah satu pewaris kerajaan Qatar kala itu.
Qaradawi juga mendapatkan sejumlah keistimewaan dari pemerintah Qatar, seperti diizinkan menyewa vila dan bangunan untuk kepengurusan Organisasi Dewan Keluarga Penguasa. Organisasi tersebut merupakan milik keluarga Al Thani.
Namun, Qaradawi masuk dalam daftar hitam sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa. Prancis melarang pria ini masuk, begitu pula AS. Qaradawi juga masuk sebagai orang yang tak diinginkan di Austria, Inggris, Tunisia, dan Algeria.
Ia juga sempat masuk dalam daftar orang yang tak diinginkan di Suriah, Irak, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Salah satu alasannya, pidato Qaradawi kerap menghasut dan menyerukan jihad bersenjata. Dalam sejumlah acara, ia mengatakan bahwa "bom bunuh diri adalah keharusan."
Pernyataan kontroversial Qaradawi yang anti-Yahudi, baca di halaman berikutnya...
[Gambas:Video CNN]
Pada awal 2005, Qaradawi sempat mengeluarkan fatwa yang mengajak perempuan untuk menjadi pelaku bom bunuh diri. Ia juga memiliki pendapat yang kontroversial terkait perempuan dan dinilai sebagai tokoh anti-Yahudi zionis atau pendudukan Israel di Palestina.
Qaradawi menuduh banyak perempuan menjadi korban pelecehan karena cara berpakaian dan moralitasnya. Menurutnya, para perempuan tersebut "mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan."
Dalam wawancara bersama BBC pada 2005, Qaradawi juga mendukung tindakan bom bunuh diri di Palestina sebagai mati syahid atas nama Tuhan.
"Saya mendukung operasi mati syahid, dan saya bukan satu-satunya," tuturnya, dikutip dari Arab News.
Ia juga mendukung umat Muslim yang tidak bisa bertempur untuk memberikan dukungan finansial kepada mujahidin (orang-orang yang terkait dengan jihad) di seluruh tanah asing.
Pada 2009, Qaradawi sempat menyerukan pembunuhan terhadap umat Yahudi.
"Bunuh mereka semua [Zionis], sampai yang terakhir," katanya.
Tak hanya itu, mantan pejabat kontra-terorisme Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI), Matthew Levitt, berpendapat bahwa Qaradawi merupakan "salah satu tokoh populer dalam sayap ekstremis Ikhwanul Muslimin."
Pada 2015, pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Qaradawi secara in-absentia. Selain Qaradawi, ada 16 orang lain yang juga dikenai hukuman penjara seumur hidup karena dituduh terlibat dalam tindak kekerasan.
Qaradawi didakwa atas tindakan penghasutan, pembunuhan, menyebarkan berita bohong, dan merusak properti publik, dikutip dari Al-Jazeera.
Meski demikian, Qaradawi masuk dalam jajaran 500 tokoh Muslim paling berpengaruh pada 2022. Ia sempat menjadi presiden Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) sebelum akhirnya berhenti.
Qaradawi secara vokal mendukung gerakan 'Musim Semi Arab' dan mengeluarkan fatwa pembunuhan Muammar Khadafi, diktator Libya. Ia juga mengeluarkan fatwa yang mendukung perlawanan terhadap Presiden Suriah, Bashar al-Assad.