Jakarta, CNN Indonesia --
Imam Masjidil Haram sekaligus Presiden Dua Masjid Suci, Syekh Abdul Rahman Al Sudais, sempat menjadi sorotan publik karena khotbahnya soal gagasan normalisasi Arab Saudi dan Israel.
Al Sudais menyampaikan gagasan normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel dalam khotbah Jumat pada September 2020 lalu.
Dalam khotbah tersebut, ia menyinggung soal dialog dan kebaikan kepada non-Muslim serta merujuk referensi khusus untuk orang Yahudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Al Sudais mengajak jemaah menghindari kesalahpahaman soal keyakinan yang berhubungan dengan relasi sehat antar pribadi dan hubungan internasional.
"Saat jalannya dialog manusia yang sehat diabaikan, bagian-bagian peradaban masyarakat akan bertabrakan, dan bahasa yang akan menjadi lazim adalah kekerasan, pengecualian dan kebencian," kata Suadis dikutip Middle East Eye.
Ia kemudian memberikan contoh kehidupan Nabi Muhammad S.A.W, yang menjaga hubungan baik dengan non-Muslim. Al Sudais bercerita bahwa sang nabi pernah berwudu dari air di botol yang diberikan seorang perempuan non-Muslim.
Al Sudais juga mengutip bahwa Nabi Muhammad melakukan perjanjian damai dengan umat Yahudi yang akhirnya bersedia masuk Islam.
Imam besar Masjidil Haram itu juga menggarisbawahi pentingnya patuh terhadap para pemimpin dan pemerintah. Beberapa pihak menyebut Sudais merupakan sosok yang pro-Kerajaan.
Pernyataan itu lantas ramai di media sosial. Beberapa pihak menafsirkan bahwa hal tersebut merujuk pada normalisasi Saudi-Israel.
Warganet menuduh Sudais menyalahgunakan posisinya di masjid suci bagi umat Islam tersebut. Beberapa yang lain juga menilai komentar itu mengkhianati perjuangan rakyat Palestina.
Khotbah itu juga muncul kurang dari sebulan Uni Emirat Arab dan Israel berencana menormalisasi hubungan diplomatik.
[Gambas:Video CNN]
Selain itu, Al Sudais juga pernah mengatakan Islam bersih dari label tuduhan terorisme saat ramai pembunuhan guru di Prancis usai menunjukkan kartun Nabi Muhammad.
"Karena Islam adalah agama toleransi, kasih sayang dan merapatkan antara satu dengan yang lain," ujar dia saat menyampaikan khotbah di Masjidil Haram pada Oktober 2020 lalu.
Menurutnya, di Islam tak ada tindakan terorisme, radikalisme, sabotase, atau ejekan yang membedakan antara nabi dan rasul.
Pernyataan itu muncul usai insiden kematian seorang guru di Prancis, Samuel Paty, yang dipenggal oleh kelompok ekstrimis karena dianggap mempublikasi kartun Nabi Muhammad di kelas.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, kemudian menyampaikan pidato di hadapan publik soal pentingnya merawat nilai-nilai dasar di Prancis.
Ia juga menyampaikan ancaman masyarakat Prancis adalah Islam separatis yang dianggap melenceng dari nilai republik.
Sikap Tegas dan Kehidupan Pribadi Al Sudais
Di luar hal tersebut, Sudais tetap punya sikap tegas. Hal itu tercermin saat ia memecat dua pejabat senior pengurus Masjid Nabawi gegara telat melaksanakan Subuh berjamaah.
Ia mengambil keputusan itu karena mereka dianggap lalai dan meremehkan pekerjaan tersebut.
Sudais lantas meminta kepala urusan pembinaan untuk mengawasi dan menata ulang departemen pengurus masjid Nabawi. Ia juga meminta pengurus masjid suci itu untuk mempersiapkan dua imam dan tiga muazin yang siap bertugas tip masuk waktu salat.
Al Sudais lahir pada 10 Februari 1960. Ia menjadi imam Masjidil Haram, sejak 1404 hijriah atau tahun 1983. Ia pertama kali menjadi imam saat Salat Asar, dan menyampaikan khutbah perdana pada hari ke-15 Ramadan.
Masa kecilnya ia habiskan untuk belajar dan menghafal Al-Quran, hingga usia 12 tahun ia berhasil menghafal utuh ayat-ayat dalam kitab suci tersebut.
Al-Sudais lalu melanjutkan pendidikan ke Universitas Riyadh mengambil program studi Syariat, kemudian melanjutkan program magister Universitas Islam Muhammad bin Saudi di jurusan Ushul Fiqih, dan menyelesaikan gelar doktor Universitas Ummul Quran, demikian dikutip The Muslim 500.
Sebagai bentuk pengakuan atas pengadian Al-Sudais terhadap Islam dan Al-Qur'an, Komite Penyelenggara Penghargaan Al-quran Internasional Dubai (DIHQA) menobatkan ia sebagai "Islamic Personality of The Year" pada 2005 lalu.
Lalu pada 2017, ia turut memantau proses pembuatan film One Day in The Haram, sebuah film yang bercerita soal Masjidil Haram dari perspektif pekerjanya.