SURAT DARI RANTAU

Geliat Dakwah Islam ala Nusantara di Negeri Formosa

Nour Muhammad Adriani | CNN Indonesia
Minggu, 01 Mei 2022 06:50 WIB
Merantau ke negeri orang justru membuat Nour semakin semangat aktif di salah satu majelis taklim yang digagas komunitas WNI di Taiwan. Bagaimana ceritanya?
Maskot beruang tidur di depan stasiun Chiayi, Taiwan. (Foto: Nour Muhammad Adriani)

Ada sekitar 50 keluarga lokal yang memeluk agama Islam dan ribuan Muslim Indonesia di Chiayi. Sementara itu, belum banyak tempat ibadah yang layak di kota tersebut.

Kendala lahan dan biaya memang sangat terasa, apalagi puluhan keluarga Muslim ini tersebar di berbagai distrik yang berlainan sehingga sedikit sekali masjid/musala dengan komunitasnya yang aktif.

Sejak berdiri pada 2009, komunitas MTYCIT menggelar kegiatan secara nomaden dari rumah ke rumah hingga toko ke toko milik orang Indonesia di sini. Kadang, kegiatan Majelis Taklim seperti rutinan Yasin dan Tahlil hingga Tabligh Akbar harus digelar menyesuaikan tempat dan kesediaan para tuan rumah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, kami sudah beberapa kali mengundang sejumlah pendakwah tersohor dari Indonesia seperti KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym hingga Habib Jindan.

Siraman rohani secara luring lewat ceramah seperti itu pun menjadi yang paling dicari Muslim Indonesia di sini, terutama selama Ramadan dan setelah era pandemi Covid-19. Momen seperti itu bak menjadi waktu kami mengisi ulang "baterai" karena lelah bekerja atau hanya pengobat rindu kampung halaman.

Sebab, buka bersama, tawarih, pengajian hingga ceramah juga menjadi ajang silaturahmi antara sesama perantau hingga tak jarang memunculkan gelak tawa dan obrolan hangat di antara kami.

Bagi saya sendiri yang merupakan pelajar tahunan, momen Ramadan seperti ini menjadi berkah berlipat ganda. Selain mengobati rindu, momen buka bersama menjadi ajang perbaikan gizi dan peluang untuk bisa berhemat uang saku.

Namun, tak sedikit pula rintangan datang dari warga sekitar markas sekretariat atau rumah-rumah yang menjadi host kegiatan kami. Cukup sering warga sekitar mengeluh berisik saat kami menggelar kegiatan.

Maklum, sekretariat MTYCIT bukan lah bangunan permanen. Al-Markas menempati sebuah gudang di lantai 3 toko yang kami sewa milik warga Indonesia bernama Wiwi.

Toko Wiwi merupakan salah satu toko kelontong yang menjual makanan dan produk Indonesia tertua di Chiayi. Toko milik eks pekerja migran ini pun menjadi satu-satunya yang mengantongi sertifikat resmi Halal Chinese Muslim Association (CMA).

Toko yang buka sejak awal 2000 itu juga kerap menjadi tuan rumah kegiatan keagamaan baik bagi warga Muslim Indonesia maupun non-Indonesia.

Toko Indonesia di Chiayi, TaiwanFoto: Nour Muhammad Adriani
Toko Tiwi, salah satu toko kelontong yang menjual barang dan produk Indonesia di Chiayi, Taiwan

Toko Kelontong si Pengobat Rindu

Selain MTYCIT, salah satu pengobat rindu saya akan kampung halaman adalah beberapa toko kelontong Indonesia yang hadir di Chiayi.

Selain Toko Wiwi, ada Toko Tanah Emas yang terletak tidak jauh dari Stasiun Besar. Toko ini menyediakan berbagai makanan khas berbuka seperti es kolang-kaling, bubur kacang hijau, hingga kolak. Lauk pauk khas Indonesia hingga bakso pun tersedia di toko ini.

Selain di Chiayi, toko Indonesia juga hadir di Putzi, sebuah kota kecil sekitar 35 kilometer dari Chiayi, yakni Toko Indo Coco Counter.

(rds)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER