Jakarta, CNN Indonesia --
Salah satu calon Presiden Filipina, Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr unggul telak dalam quick count atau hitung cepat pemilihan presiden (Pilpres) pada hari ini, Senin (8/5).
Dilansir AFP, berdasarkan penghitungan awal, jumlah suara untuk anak mantan diktator Ferdinand Marcos itu jauh di atas saingan terdekatnya, Wakil Presiden Leni Robredo.
Dengan lebih dari 90 persen surat suara diproses, Marcos Jr telah mengantongi hampir 30 juta suara, lebih dari dua kali lipat dari jumlah suara untuk Robredo yang merupakan mantan pengacara HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat sejarah keluarga Marcos Jr yang mantan diktator, beberapa pengamat khawatir kemenangan Marcos Jr bakal memperburuk krisis hak asasi manusia di Filipina.
Tak hanya itu, kemenangan Marcos Jr dalam pilpres Filipina diprediksi bakal membuat Manila semakin dekat dengan Beijing.
CNN melaporkan, hubungan antara Filipina dan China tak terlalu bagus imbas masalah klaim Beijing di Laut China Selatan (LCS). Dalam beberapa tahun terakhir, Manila menuduh Beijing mencoba mengintimidasi kapal penjaga pantai mereka dan menempatkan militan maritim untuk mengusir kapal nelayan Filipina di zona konflik.
Walaupun demikian, Marcos Jr terus berpendapat bahwa permasalahan LCS ini dapat diselesaikan secara bilateral bersama China.
Mengutip The Diplomat, Marcos Jr sempat mengatakan bahwa ia bakal mengesampingkan putusan pengadilan arbitrase pada 2016 atas LCS dan bernegosiasi secara bilateral dengan China pada Januari lalu.
"Arbitrasi tersebut tidak lagi sebuah arbitrasi jika hanya ada satu pihak. Jadi, itu tak lagi sesuai bagi kami," kata Marcos.
Selain itu, ia mengatakan bahwa "kesepakatan bilateral adalah yang tersisa bagi kami."
Alasan Bongbong enggan memilih pengadilan Arbitrase, baca di halaman berikutnya...
[Gambas:Video CNN]
Selain itu, Marcos Jr menyampaikan bahwa kemenangan Filipina dalam pengadilan arbitrase tidak efektif. Ia juga menilai kesepakatan bilateral dengan China merupakan pilihan yang praktis.
Padahal, dalam debat awal 2022 lalu, Marcos Jr menunjukkan sisi tegasnya ke China. Ia mengklaim bakal mengirimkan kapal induk ke LCS untuk menjaga kedaulatan perairan Filipina.
Namun, beberapa orang menilai klaim itu bisa saja hanya isapan jempol setelah melihat gelagat kandidat Presiden Filipina itu yang bisa merapat ke China.
"Marcos bersikeras bakal menyelesaikan masalah China dengan cara bilateral, yang adalah keinginan Beijing, dan membuat Filipina, lagi-lagi dalam posisi lemah," kata peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, Aries Arugay, seperti dikutip dari CNN.
Selain itu, Marcos Jr dinilai bakal memiliki hubungan lebih dekat ke Beijing karena masalah hak asasi manusia yang sempat terjadi di rezim ayahnya. Masalah HAM tersebut berpotensi membuat Marcos Jr bisa sulit melakukan kunjungan kepresidenan ke Amerika Serikat.
Halangan Hubungan Marcos Jr dengan China
Walaupun demikian, kedekatan Marcos Jr dengan China dibatasi dengan keinginan publik yang ingin pemerintah Filipina lebih tegas menjaga teritori dari klaim Beijing, tetapi tetap menjaga hubungan ekonomi.
"Kenyataannya adalah mayoritas Filipina dan militer Filipina, bahkan mengakui keterbatasan Filipina untuk membela diri dari China, dan banyak warga Filipina yang menyuarakan keinginan mereka mendukung relasi ekonomi produktif dengan China," kata profesor ilmu politik di Universitas Politeknik Filipina, Richard Heydarian.
Heydarian juga menyoroti hubungan China dengan presiden Filipina saat ini, Rodrigo Duterte, yang tak cukup baik. Ini disebabkan karena Duterte tetap bekerja sama dengan AS, salah satunya dengan latihan militer bersama.
Selain itu, Arugay menilai meski Marcos Jr mencoba menjalin hubungan lebih dekat dengan China, mereka akan tetap menjaga hubungan dengan AS.
"Seperti presiden Filipina lainnya, jika dia menang, [Marcos] bakal mencoba mendekati AS, karena apapun yang terjadi, presiden baru akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki keadaan," lanjutnya.