Covid-19 Menggila, Korut Minta Warga ke Dokter Hanya saat 'Sekarat'
Korea Utara terus berjibaku meredam wabah Covid-19 yang terus meluas. Salah satunya dengan meluncurkan berbagai protokol kesehatan bagi warga bergejala dan beberapa tips menjaga kesehatan.
Televisi pemerintah Korut menayangkan infomersial dengan menampilkan karakter animasi yang menyarankan orang untuk menemui dokter jika mereka memiliki masalah pernapasan, muntah darah, atau pingsan.
Lewat iklan layanan masyarakat itu, Korut juga menjelaskan obat apa saja yang bisa dikonsumsi pasien Covid-19 hingga pengobatan alternatif di rumah seperti mengkonsumsi teh madu hingga berkumur air garam.
Surat kabar utama negara itu, Rodong Sinmun, menyarankan orang dengan gejala ringan untuk menyeduh 4 hingga 5 gram daun willow atau honeysuckle dalam air panas dan meminumnya tiga kali sehari.
"Pedoman mereka tidak masuk akal sama sekali. Ini seperti pemerintah menganjurkan masyarakat untuk menghubungi dokter hanya jika mereka mengalami kesulitan bernapas, yang itu berarti tak lama sebelum mereka mati," kata mantan pejabat agrikultur Korut, Cho Chung Hui, yang kabur ke Korea Selatan pada 2011, seperti dikutip Associated Press.
Pendapat lain muncul dari mantan dokter Korut yang kini tinggal di Korsel, Choi Jung Hun.
Menurut Choi, Korut menggunakan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 untuk membangun citra pemimpinnya, Kim Jong-un.
"Suatu hari, mereka mengatakan mereka mengendalikan Covid-19. Dengan membandingkan angka kematiannya dengan Amerika Serikat dan Korsel, mereka bakal menyatakan mereka telah melakukan kerja bagus dan sistem anti-epidemi mereka adalah yang paling baik di Korea," ujar Choi.
Sementara itu, beberapa pembelot Korut mengkhawatirkan keluarga mereka yang kini terjebak dengan penyebaran Covid-19.
"Warga Korut tahu banyak orang di dunia meninggal karena Covid-19, jadi mereka takut beberapa dari mereka bakal mati juga," kata seorang pembelot dari Korut, Kang Mi-jin. Informasi ini didapatkan saat ia berbincang kerabatnya di Kota Hyesan lewat sambungan telepon.
"Ayah dan saudara saya masih di Korut dan saya sangat mengkhawatirkan mereka karena mereka tidak divaksin dan tidak ada banyak obat di sana," kata Kang Na-ra, yang kabur ke Korsel pada 2014.
Kang juga menyampaikan neneknya meninggal dunia pada September lalu akibat pneumonia. Kang percaya pneumonia tersebut disebabkan karena Covid-19.
Korut mengonfirmasi kasus perdana Covid-19 sekitar dua pekan lalu setelah tiga tahun lebih mengklaim nihil kasus virus corona. Penyebaran virus corona di Korut menimbulkan kekhawatiran tersendiri, mengingat negara itu masih berkutat dengan lambatnya pengiriman obat dan sistem kesehatan buruk.
Tak hanya itu, masih sangat sedikit warga Korut yang mendapatkan vaksin Covid-19.
Pada Kamis (19/5), pihak berwenang Korut mengumumkan sebanyak 63 orang meninggal dunia karena 'demam misterius' dan sekitar 2 juta warga terkena penyakit tersebut sejak akhir April. Sebanyak 740 ribu warga juga harus menjalani karantina.
Namun, Korut mengklaim hanya mendeteksi 168 kasus Covid-19 meski 'demam misterius' terus terjadi kepada warga negara itu. Ratusan ribu warga Korut juga sudah diisolasi karena suspek Covid-19 dengan rata-rata mengalami gejala demam yang belum teridentifikasi.
Wabah Covid-19 ini juga ditakutkan memperparah krisis ekonomi dan pangan yang diyakini masih berlangsung di Korut.
(pwn/rds)