Jakarta, CNN Indonesia --
Mantan Perdana Menteri sekaligus Sheikh Qatar, Hamad bin Jassim bin Jaber Al-Thani, menjadi sorotan usai memberi koper penuh uang bernilai 1 juta euro atau Rp15,6 miliar ke putra mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles.
Menurut laporan Koran Sunday Times seperti dikutip dari CNN, pada satu kesempatan, Sheikh Hamad memberi koper bermerk, Fortnum & Mason, yang berisi Rp15,6 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koper itu merupakan satu dari tiga bongkahan uang yang Pangeran Charles terima dari Hamad.
Total yang diterima Pangeran Charles bernilai 3 juta euro atau sekitar Rp46,8 miliar.
Pemberian uang ini bukan kali pertama, pada 2015 lalu, Hamad bin Jassim juga memberi tas ransel yang berisi 1 juta euro ke pangeran Charles saat bertemu di Clarence House.
[Gambas:Video CNN]
Siapa sebetulnya Sheikh Hamad yang tampak 'ringan tangan' kepada orang lain?
Sheikh Hamad masuk dalam daftar politikus dunia yang ada dalam laporan Paradise Paper. Sebuah investigasi International Consortium of Investigative Journalism pada November 2017 lalu.
Penyelidikan itu mengungkap ratusaan tokoh dan politikus dunia yang menyimpan investasi di luar negeri agar terhindar dari pajak atau membayar pajak dengan nominal rendah.
Sheikh Hamad dikaitkan dengan kasus Panama Papers, baca di halaman berikutnya...
Pada 2016 lalu, nama Sheik Hamad juga masuk dalam Panama Papers dikutip Forbes. Dokumen tersebut mengungkapkan 143 politis, keluarga dan rekannya yang menggunakan perusahaan offshore di surga pajak.
Menurut Panama Paper, Hamad memiliki kapal pesiar yang diberi nama Al Mirqab yang diduga bernilai US$300 juta atau sekitar Rp4,4 triliun.
Pada 2017, Hamad menjadi juru bicara dalam pertemuan Qatar dengan Amerika Serikat. Pertemuan itu dilaporkan untuk membela diri usai Arab Saudi menuduh mereka mendukung terorisme dan punya hubungan dekat dengan Iran.
Di tahun itu pula, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Bahrain memutus hubungan diplomatik dengan Qatar.
Belakangan, empat negara telah melonggarkan tuntutan mereka. Arab Saudi juga telah menunjukkan kesediaan untuk menyelesaikan krisis.
Akhir Desember 2021 lalu, Hamad menyerukan Dewan Kerja Sama Negara-Negara Teluk (GCC) mendukung rencana Arab Saudi membangun fasilitas rudal balistik.
Ia menilai langkah Saudi penting dan akan membawa keseimbangan militer di kawasan tersebut.
"Negara-negara teluk lain harus mendukung dan mendorong langkah [Arab Saudi] ini," kata dia.
Berdasarkan citra satelit yang dirilis intelijen AS saat itu, Saudi tengah membangun fasilitas misil dengan bantuan China.
Lalu pada Maret, Hamad memperingatkan negara Barat yang mengeksploitasi kekayaan mereka tanpa mempertimbangkan kawasan.
"Barat melupakan negara-negara Teluk, tidak mempertimbangkan kesetaraan mereka, atau atas dasar kepentingan bersama, dan tidak ingat kecuali terdesak," kata hamad di Twitter yang dikutip Middle East Monitor.
Menurutnya, Barat dan sebagian negara Eropa sangat membutuhkan minyak dan energi terutama dari GCC.
GCC telah mencoba membuat perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Eropa selama lebih dari 30 tahun. Namun, ia menilai, kesepakatan seperti itu tidak pernah ditandatangani karena Eropa terus menunda.
Hamad lahir pada 30 Agustus 1959 di Qatar. Ia pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada 1993 hingga 2007. Kemudian dari 2007 hingga 2013 ia menjadi perdana menteri.