Pada 2018 lalu, laporan kelompok pemerhati HAM dunia ramai-ramai menuding China telah menempatkan setidaknya 1 juta warga Uighur dalam kamp penahanan yang dinilai seperti kamp konsentrasi.
Di kamp tersebut, pemerintah China dituduh mendoktrin para etnis Uighur soal Partai Komunis dan sosialis di China. Mereka juga dilarang melakukan aktivitas agama.
China awalnya menyangkal keberadaan kamp, kemudian mengatakan "penampungan" itu didirikan sebagai "pusat pelatihan pendidikan vokasi lengkap dengan asrama di mana orang dapat "secara sukarela" memeriksakan diri untuk belajar tentang hukum, bahasa China, dan keterampilan kejuruan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
China mengklaim pada 2019 semua peserta pelatihan kamp tersebut telah "lulus".
"Inti dari perjalanan Xi ke Xinjiang adalah untuk melihat hasil dari kebijakan yang telah dia lakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk menstabilkan Xinjiang dan untuk menyimpulkan bahwa pendekatan dan strateginya untuk Xinjiang telah berhasil," kata Li Mingjiang, profesor di S Sekolah Studi Internasional Rajaratnam di Singapura.
Perjalanan tersebut menandai penampilan publik pertama Xi sejak ia mengunjungi Hong Kong peringatan 25 tahun kekuasaan China atas bekas jajahan Inggris itu pada 1 Juli lalu.
Lawatan Xi ke Hong Kong berlangsung ketika wilayah otonomi itu telah didera berbagai rangkaian demonstrasi menuntut demokrasi dalam beberapa tahun terakhir
Sementara itu, Xi dilaporkan terakhir kali melawat Xinjiang yaitu pada 2014, ketika ia menyerukan "perjuangan habis-habisan melawan terorisme, infiltrasi, dan separatisme", menurut New York Times.
Otoritas setempat kemudian meningkatkan upaya untuk melacak, mengontrol, dan mendidik kembali orang-orang Uyghur.