Tetsuya Yamagami, penembak mantan perdana menteri Jepang, Shinzo Abe, mengaku rela mati demi bisa membebaskan umat Gereja Unifikasi.
"Tidak mungkin menghancurkan Gereja Unifikasi saat ini, mengingat itu dibuat dengan menghancurkan anggotanya, kecuali jika Anda siap kehilangan nyawa Anda," kata Yamagami di Twitter pada 20 Desember 2020.
"Saya akan mengorbankan hidup saya untuk membebaskan setiap orang yang terlibat dengan Gereja Unifikasi."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diberitakan Asahi Shimbun, Yamagami memang kerap menyuarakan kebenciannya atas Gereja Unifikasi melalui Twitter.
Dalam unggahan pada 14 Oktober 2019, Yamagami sempat menyatakan bahwa satu hal yang ia benci adalah Gereja Unifikasi.
Unggahan Twitter Yamagami lain pada 28 Februari 2021 menyatakan bahwa kakek Abe, yakni mantan PM Nobusuke Kishi, memiliki hubungan dengan Gereja Unifikasi.
"Tidak mengagetkan jika Abe mewariskan DNA [Kishi] dan tidak patuh pada hukum," tulis Yamagami.
Menurut sumber penyelidik, Yamagami meyakini Kishi mengizinkan Gereja Unifikasi yang berasal dari Korea Selatan, masuk ke Jepang.
Yamgami sangat benci Gereja Unifikasi karena ibunya memberikan banyak donasi ke organisasi itu. Menurut Yamagami, keluarganya bangkrut akibat paksaan donasi Gereja Unifikasi.
Dendam ini lah yang membuat Yamagami ingin membunuh Abe.
Menurut beberapa sumber, pihak kepolisian mengetahui akun Twitter Yamagami dari sepucuk surat yang ia tulis sebelum menembak Abe.
Kepolisian Prefektur Nara menyita surat itu dari seorang penulis lepas di Prefektur Shimane, yang memiliki situs untuk mengkritik Gereja Unifikasi.
Tak hanya mengkritik Gereja Unifikasi, Yamagami juga kerap mengungkap kondisi keluarganya di Twitter.
"Ayah saya lulus dari Universitas Kyoto. Kakak ayah saya adalah pengacara. Ibu saya lulus dari Universitas Kota Osaka dan menjadi ahli gizi. Tante saya dari keluarga ibu adalah seorang dokter. Dalam lingkungan seperti ini, saya tumbuh sebagai murid teladan," tulis Yamagami pada 7 Desember 2019.
Namun, di hari yang sama, Yamagami mengunggah beberapa kesulitan yang ia alami semasa kecil.
"Di antara tiga bersaudara, kakak laki-laki saya menjalani operasi pelubangan tengkorak tak lama setelah ia lahir. Saat ia berumur 10 tahun, dia kehilangan penglihatan di salah satu matanya dalam operasi lain," tutur Yamagami.
"Perhatian ibu saya selalu kepada kakak saya. Adik perempuan saya tidak mengetahui ayah saya. Saya berusaha keras demi ibu saya."
(pwn/has)