Zafran mengatakan bahwa harga bensin di AS naik hampir dua kali lipat.
"itu benar-benar paling terasa sekali karena sudah hampir dua kali lipat. [Harga bensin] relatif murah di kota saya, yaitu awalnya sekitar US$2,7 [Rp40 ribu] per galon atau US$3 [Rp44 ribu] per galon, sekarang itu sudah [sampai] US$5,4 [Rp80 ribu] atau US$5,6 [Rp83 ribu] per galon. Dua kali lipat kalau dari US$2,7 [Rp40 ribu]," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Zafran menyampaikan harga pangan juga naik hampir dua kali lipat.
"Yang saya lihat sendiri, harga makanan itu sebenarnya sama aja, sama-sama naik. Harganya enggak sama [di tiap pasar], cuma sama-sama naik. Bahkan bisa hampir dua kali lipat gitu, harga daging, kentang, ayam, ikan terutama. Itu naik semua," katanya.
WNI lainnya yang juga tinggal di AS, Refo Yudhanto, juga merasakan biaya hidup meningkat gegara kenaikan harga barang.
"Hampir semuanya [barang di AS naik]. Yang paling terasa adalah makanan dan bahan pokok, bensin, mobil baru dan mobil bekas, dan sewa rumah," kata WNI yang tinggal di Los Angeles, California, itu saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Rabu (20/7).
Refo juga mengaku kenaikan harga di wilayahnya terjadi dengan cepat.
"Dan lebih parahnya, di Los Angeles, kenaikan harga itu benar-benar melaju cepat. Seperti contoh, harga bensin yang tadinya US$3 [Rp44 ribu] sampai U$4 [Rp59 ribu] sekarang rata-rata menjadi US$6 [Rp89 ribu] bahkan lebih," ujarnya.
Selain itu, Refo mengaku mengalami kesulitan akibat inflasi ini.
"Cukup menyusahkan. Saya harus mulai lebih ketat dalam perencanaan pengeluaran bulanan. Di mana gaji saya naik tidak seberapa dibanding harga-harga yang sedang naik," kata Refo.
Dalam mengatasi kesulitan imbas inflasi di AS, Refo merasa beruntung karena masih sempat menabung.
"Untungnya saya sudah mulai menabung sejak lama, di mana saya merasa cukup aman dalam kejadian seperti ini. Jadi di mana harga akan naik, tabungan saya akan cukup untuk membantu jika terjadi sesuatu darurat," ujarnya.
(pwn/rds)