Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia (UI) Suzie Sudarman menilai China hanya merisak atau mem-bully Taiwan dengan operasi militer.
Suzie berpendapat China masih membutuhkan Taiwan. Kedua negara memiliki hubungan perdagangan yang menyokong industri China.
"Selama China masih mencari pasar dan membutuhkan semikonduktor dari Taiwan, dia hanya sebatas intimidasi lah. Kalau kia bilang mereka mem-bully," kata Suzie saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suzie berkata China juga tak akan gegabah dengan memulai peperangan. Menurutnya, China telah melihat dampak ekonomi yang dialami Rusia karena memulai perang dengan Ukraina.
Dia menyebut China hanya sedang memberi pesan kepada Amerika Serikat (AS) dan Taiwan. Namun, China akan berpikir lagi untuk memantik peperangan.
"Kita hanya lihat seberapa jauh China akan mengorbankan pasar-pasarnya dan dibenci oleh seluruh dunia [jika terjadi perang]," ucap Suzie.
Pengamat hubungan internasional yang fokus di kajian kedaulatan dan geopolitik di kawasan Indo-pasifik dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Waffa Kharisma, punya penilaian yang serupa.
"Saya masih di arah optimistis belum ada peningkatan postur agresif yang akan bergeser kepada konflik terbuka hingga perang," jelas Waffa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (5/8).
Waffa kemudian berujar, "Potensi perang tetap ada kalau dibiarkan, tidak ada usaha, sikap baik, sikap komunikatif dari para aktor-aktor terlibat langsung dan aktor-aktor di sekitarnya."
Konflik, lanjut dia, tak akan meningkat kalau tidak ada eskalasi di luar ekspektasi.
Sebelumnya, China melakukan simulasi perang terhadap pulau utama Taiwan pada Sabtu (6/8) pagi. Manuver itu dilakukan karena China geram terhadap Amerika Serikat.
China tidak terima dengan kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei. Mereka menilai langkah Pelosi itu mengganggu kedaulatan China.
(dhf/isn)