UEA Batalkan Vonis Seumur Hidup Pelaku yang Siksa ART RI Sampai Tewas
Pengadilan Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), meringankan hukuman seumur hidup menjadi 15 tahun penjara terhadap seorang pelaku penyiksaan seorang asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia pada 2020.
Pelaku merupakan warga Dubai keturunan Arab-Amerika berusia 39 tahun berasal dari Suriah. Ia disebut telah menyiksa TKI berusia 28 tahun selama hampir enam bulan pada 2019 sampai akhirnya meninggal dunia.
Jaksa Dubai sebelumnya menuntut hukuman mati ketika kasus itu pertama kali disidangkan di Pengadilan Kriminal Dubai pada September tahun lalu.
TKI tersebut mulai bekerja pada pelaku sejak Oktober 2019. Semula, sang majikan tidak pernah melakukan kekerasan.
Namun, serangkaian penyiksaan mulai terjadi ketika sang majikan kehilangan pekerjaannya pada Maret 2020 dan tinggal di rumah.
Polisi mengendus kasus penyiksaan ini setelah TKI tersebut dibawa ke rumah sakit setempat pada September 2020 oleh majikannya sendiri.
"Selama interogasi polisi, dia (pelaku) mengatakan dia menemukannya (TKI) tidak sadarkan diri di kursi toilet apartemennya di Jumeirah Lakes Tower kemudian membungkusnya dengan selembar kain dan membawanya ke rumah sakit," kata seorang Letnan Polisi kepada hakim seperti dikutip The National News.
Staf rumah sakit menelepon polisi ketika mereka menemukan bahwa wanita TKI itu sudah meninggal saat datang, menurut catatan pengadilan.
Hakim pun diberitahu bahwa pria itu meninggalkan korban tanpa makanan untuk waktu yang lama dan tidak mengizinkannya menerima perawatan medis.
Beberapa tetangga bahkan mengaku mendengar bagaimana dia dipukuli dengan sapu, ditinju, dan ditendang di beberapa bagian tubuhnya, dan dibakar dengan besi panas di sisi wajahnya.
Sebuah laporan medis menyatakan korban, yang beratnya hanya 32 kilogram pada saat kematiannya, memiliki lebih dari 22 luka, 11 patah tulang rusuk, memar dan goresan di sekujur tubuhnya.
Dokter mengatakan dia memiliki lebih dari 100 bekas luka dari luka yang baru saja sembuh.
Laporan itu mengatakan luka-luka itu menyebabkan organ internalnya pecah, yang akhirnya menyebabkan kematiannya.
Terlepas dari beragam bukti pengadilan, pelaku membantah tuduhan penyiksaan dan pembunuhan. Ia membela perlakuannya karena sang ART disebut lelet dan lambat dalam bekerja.
"Dia tidak kompeten dan sangat lambat dan menasihatinya untuk meningkatkan tetapi dia sengaja mengabaikan saya," kata pria itu di pengadilan.
Dia mengatakan dia berada di bawah tekanan karena tinggal di rumah dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain.
"Saya tidak tahu dia sudah meninggal ketika saya membawanya ke rumah sakit," katanya.
Hakim memvonisnya atas semua tuduhan dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Namun, pengacara pembelanya, Mohammad Al Najar, membawa kasus ini ke Pengadilan Tinggi untuk mencari pengurangan hukuman.
"Klien saya mengakui penyerangan yang berujung pada tuntutan kematian tetapi membantah mengurung korban, terbukti dengan fakta bahwa dia biasa membuang sampah," kata Mohammad di pengadilan.
"Dia juga mentransfer gaji terakhirnya sebulan sebelum kematiannya kepada keluarganya, dan ini menunjukkan dia tidak ditahan tetapi bisa meminta bantuan jika dia disiksa."
Hukuman tersebut dikurangi menjadi 15 tahun penjara dengan alasan argumen pengacara dan pengabaian dari keluarga wanita tersebut, setelah mereka menerima kompensasi dan uang darah sebesar Rp1,3 miliar.