Rusia dilaporkan kekurangan artileri dan membeli senjata itu dari Pyongyang. Amerika Serikat menilai pembelian senjata sebagai tanda Moskow mulai kewalahan menghadapi Ukraina.
Pada Agustus lalu, Rusia juga dilaporkan membeli drone dari Iran. Namun, pesawat tak berawak ini disebut mengalami sejumlah kegagalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski dalam situasi sulit, Fahmi tetap beranggapan Rusia akan menguasai Donetsk setidaknya 80 persen pada pertengahan September.
"Prediksi saya tidak sepenuhnya kalau pertengahan September ini, tapi situasi bisa saja berubah dan bisa fully occupied [dikuasai penuh]," kata dia.
Faktor lain yang menjadi penghalang target Rusia yakni pasokan senjata dari Barat yang terus mengalir untuk Ukraina.
"Ukraina masih bisa bertahan dan menyerang dengan amunisi bantuan Barat," ujar dia.
Barat ramai-ramai mengirim senjata ke Ukraina demi membantu mereka melawan Rusia.
Amerika Serikat misalnya setuju mengirim sistem peluncur roket artileri mobilitas tinggi (HIMARS) ke Ukraina pada Juni lalu.
Artileri ini menjadi bagian paket senjata yang bernilai US$700 juta atau sekitar Rp10 triliun.
Sejak perang berkecamuk di Eropa timur, pemerintahan Joe Biden telah mengirim bantuan militer senilai US$4,5 miliar atau sekitar Rp65 triliun.
Persenjataan itu di antaranya, 72 howitzer berukuran 155 mm, 72 kendaraan untuk mengangkut personel, 144 ribu amunisi, 120 drone taktis Phoenix Ghost.
Selain AS, Inggris juga turut memasok senjata ke Ukraina. Senjata itu di antaranya 120 kendaraan lapis baja, 5.800 rudal anti-tank, lima sistem pertahanan udara, seribu roket dan 4,5 ton peledak.
(isa/bac)