Seberapa Besar Kekuasaan Inggris terhadap Negara Persemakmuran?

CNN Indonesia
Selasa, 13 Sep 2022 15:10 WIB
Raja atau Ratu Inggris memiliki peran sebagai kepala, simbol negara, sekaligus kepala negara Persemakmuran Inggris. Seberapa besar kewenangan mereka?
Raja Charles III naik takhta menggantikan Ratu Elizabeth II. (Foto: AP/Alastair Grant)

Juru Pemesatu-Diplomasi Inggris

Di zaman dekolonisasi setelah Perang Dunia II, puluhan negara merdeka dari Kerajaan Inggris. Banyak di antaranya, termasuk India, Nigeria, dan Pakistan, menyatakan kemerdekaan dan menjadi negara republik. Dengan begitu, negara-negara ini sepenuhnya menghapus Kerajaan Inggris dalam sistem pemerintahan.

Meski begitu, beberapa negara bekas jajahan Kerajaan Inggris dan anggota Persemakmuran ini tetap mempertahankan monarki sebagai sumber legitimasi dan stabilitas politik yang berharga. Negara-negara Persemakmuran ini melihat Raja dan Ratu Inggris memberikan simbol persatuan nasional dan konstitusional nyata dan tak memihak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, dikutip dari situs lembaga think-thank Council on Foreign Relations, bagi pemerintah Inggris sendiri, peran Ratu dan Raja Inggris di negara-negara Persemakmuran ini menjadi salah satu kunci soft power dan diplomasi dalam kebijakan luar negeri.

Kekuasaan Raja Charles III di Alam Persemakmuran

Negara Alam Persemakmuran adalah monarki konstitusional, di mana kekuasaan raja sebagian besar bersifat simbolis. Sementara itu, urusan eksekutif, legislatif, dan keputusan politik dibuat oleh parlemen terpilih yang dipimpin oleh perdana menteri.

Dengan demikian, Raja adalah kepala negara tetapi bukan kepala pemerintahan. Artinya, mereka Raja atau Ratu Inggris tidak terlibat dalam pemerintahan sehari-hari.

Raja Inggris memang memiliki beberapa tugas konstitusional, yang paling signifikan adalah persetujuan pemerintah baru. Seorang raja juga dapat secara resmi menyetujui undang-undang, menunjuk pejabat tertentu, atau memberikan kehormatan negara. Di luar Inggris, perwakilan kerajaan yang dikenal sebagai gubernur jenderal ditunjuk untuk melaksanakan tugas ini.

Dalam situasi luar biasa, Raja dan Ratu Inggris juga memiliki apa yang dikenal sebagai "kekuasaan cadangan", atau wewenang untuk secara sepihak mengesampingkan pemerintah terpilih. Namun, situasi ini langka terjadi sejak Perang Dunia II.

Contoh paling menonjol adalah ketika krisis konstitusional Australia terjadi pada 1975, di mana gubernur jenderal memberhentikan seorang perdana menteri yang sedang menjabat.

Pengaruh Kerajaan Inggris Berkurang di Era Raja Charles III?

Sejumlah pengamat menilai kepergian Ratu Elizabeth II yang telah memimpin Kerajaan Inggris dan Negara Persemakmuran selama 70 tahun bisa menyebabkan popularitas dan rasa hormat terhadap kerajaan di kalangan persemakmuran ikut merosot. 

Selain itu, popularitas Charles yang rendah akibat beragam kontroversinya dan tuduhan rasisme di kalangan keluarga kerajaan juga dinilai dapat merusak citra dan peran global monarki Inggris di dunia.

Meski begitu, mengingat peran-peran pemimpin Kerajaan Inggris, banyak pengamat politik internasional menilai tidak akan ada perubahan signifikan di kalangan negara Persemakmuran setelah Raja Charles III berkuasa.

Namun, beberapa ahli lainnya meramalkan suksesi Kerajaan Inggris ini dapat membangkitkan kembali gerakan negara-negara Alam Persemakmuran untuk "merdeka sepenuhnya" dari monarki dengan membentuk negara republik.

Antigua dan Barbuda, Jamaika, hingga Belize telah mengumumkan bahwa mereka bermaksud untuk meninggalkan monarki. Australia, Kanada, hingga Selandia Baru juga mengisyaratkan langkah serupa namun tidak dalam waktu dekat.



(isa/rds)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER