Dosen kajian ketahanan nasional dan kajian stratejik intelijen Universitas Indonesia, Margaretha Hanita, menyebut bahwa perang hibrida berlangsung secara diam-diam.
"Perang hibrida tidak dideklarasikan dan tidak diumumkan. Berlangsung secara diam-diam," kata Hanita ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (12/10).
Hanita juga mengungkapkan 'musuh' dalam perang hibrida bersifat tidak standar, kompleks, dan cair.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Musuh hibrida fleksibel dan beradaptasi dengan cepat, menggunakan sistem senjata canggih dan teknologi pengganggu lainnya, menggunakan komunikasi massa untuk propaganda," ujar Hanita lagi.
Selain itu, Hanita mengungkapkan perang hibrida telah dan sedang berlangsung di berbagai belahan dunia.
"Saluran hotline Kementerian Pertahanan Ukraina di akun Telegram yang menawarkan tentara Rusia untuk menelepon jika ingin menyerah merupakan salah satu bentuk perang hibrida," kata Hanita.
Hanita juga menuturkan perang hibrida dapat berlangsung di media sosial.
"Pada September 2017, Facebook mengumumkan menemukan 3.000 iklan propaganda politik dari 470 akun yang berhubungan dengan Internet Research Agency di Moskow, yang diduga merupakan kepanjangan tangan intelijen Rusia. Secara akumulatif, akun-akun itu menyebarkan 80 ribu pesan politik yang bisa dibaca 126 juta warga AS. Ini contoh perang hibrida melalui media sosial," tutur Hanita.
Selain itu, The Diplomat menyinggung operasi militer Rusia di Crimea pada 2014 merupakan contoh penggabungan metode non-konvensional, seperti serangan siber, dan pasukan konvensional untuk mendapatkan tujuan strategis geopolitik.
(pwn/bac)