Aktivis hak asasi manusia (HAM) membantah klaim rezim Iran yang mengklaim telah membubarkan polisi moral terkait demo berdarah mengecam kasus kematian Mahsa Amini.
Mereka menegaskan bahwa pembubaran polisi moral hanya akal-akalan pemerintah Iran untuk meredam aksi demonstrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demonstrasi terus meluas di kota-kota Iran menuntut penyelidikan kematian Mahsa Amini yang diduga disiksa para polisi moral.
Mahsa Amini ditangkap di Teheran setelah dianggap melanggar aturan ketat Iran soal pemakaian hijab di negara teokrasi tersebut. Wanita belia asal Kurdi itu pun meninggal dunia dalam tahanan.
Kematiannya kemudian memicu demonstrasi warga Iran, terutama dari orang-orang Kurdi. Tuntutan demonstrasi bahkan bertambah meminta rezim yang terbentuk sejak revolusi Iran pada 1979 untuk lengser.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Iran, Mohammad Jafar Montazeri, mengatakan akhir pekan lalu bahwa pihaknnya sudah membubarkan unit polisi moral, gasht-e-ershad, di negara itu.
Meski demikian, para aktivis hak asasi dan kebebasan di Iran skeptis terhadap pernyataan tersebut.
Pernyataan itu dinilai tak ubahnya komentar spontan menjawab pertanyaan di sebuah konferensi pers daripada pengumuman jelas soal polisi moral di negara itu. Unit polisi moral Iran sendiri berada di bawah kewenanhan kementerian dalam negeri.
Selain itu, penghapusan kepolisian moral tak lantas menandai perubahan besar terkait aturan hijab di Iran. Negara yang dijalankan di bawah pilar titah ulama itu tetap akan menjalankan aturan wajib hijab dengan sanksi beray bagi mereka yang melanggar.
Pendiri Pusat Abdorrahman Boroumand yang bermarkas di Amerika Serikat, Roya Boroumand, mengatakan bahwa menghapus unit tersebut bisa saja sedikit terlambat bagi para pendemo yang kini menuntut pergantian rezim di Iran.
"Bukannya menghapus larangan ketat soal pakaian wanita dan aturan yang mengekang kehidupan pribadi warga, ini (penghapusan unit polisi moral) bagian dari langkah kehumasan semata," tutur Boroumand kepada AFP.
(bac)