Jakarta, CNN Indonesia --
Amerika Serikat dan sekutunya dituding mencoba menciptakan aliansi pertahanan seperti Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO) di kawasan Asia Pasifik.
Hal ini diutarakan Menteri Luar Negeri China, Qin Gang, dalam kesempatan terpisah beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan serupa pun dilontarkan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyusul penandatanganan kesepakatan pertahanan negara AUKUS (Australia, Inggris, Amerika Serikat, tentang pengadaan kapal selam bertenaga nuklir dengan dana raksasa untuk Negeri Kanguru.
Lavrov mengatakan negara Anglo-Saxon mempertaruhkan konfrontasi panjang dengan membangun blok dan mengerahkan infrastruktur militer NATO di Asia.
[Gambas:Video CNN]
"Dunia Anglo-Saxon membuat langkah serius untuk terlibat dalam konfrontasi panjang dengan mempromosikan infrastruktur militer NATO di Asia," kata Lavrov, dikutip dari TASS.
Namun, apakah benar kesepakatan pertahanan terbaru AUKUS punya niat untuk menghadirkan NATO versi Asia Pasifik?
Pengamat Hubungan Internasional, Teuku Rezasyah, mengatakan isu NATO di Asia Pasifik sebenarnya secara 'simbolis' sudah ada sejak Perang Dunia II.
Salah satunya ANZUS, yaitu Pakta Keamanan Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat pada era tahun 1949-1955 yang dibentuk untuk menanggapi ancaman komunisme di era Perang Dingin.
"Itu kan sebenarnya bukti NATO di Asia Pasifik sudah ada dari dulu. Hanya tidak dibuat akta pendiriannya. Tapi mereka sudah memiliki struktur bayangan yang seperti itu," kata Rezasyah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/3).
Dia menambahkan, "Jadi saya pikir sebutan NATO Asia Pasifik ya boleh-boleh saja. Tapi masalahnya, apakah perkuatan AS, Inggris, dan Australia itu simbolik atau merujuk kepada skenario perang. Itu harus didalami."
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Meski demikian menurut Rezasyah, langkah baru AUKUS tak serta-merta diterjemahkan sebagai penegasan perluasan NATO ke wilayah Asia Pasifik.
Kecuali, ada langkah-langkah lain yang lebih serius, yang dapat dikatakan sebagai 'ancaman.'
"AUKUS ini tentunya sulit formalkan, misalnya seperti yang ada di pangkalan NATO di Jerman, Prancis, Spanyol. Untuk hal itu, mereka belum kepikiran untuk membuat hal itu," ujar Rezasyah.
"Kalau sudah ada, itu baru serius. Kalau tiga negara (Australia, Inggris, AS) sering latihan serius, itu baru serius. Itu hanya sebatas nama saja," kata dia.
Lalu bagaimana seharusnya sikap Indonesia melihat pergerakan di kawasan?
Rezasyah menilai ini adalah perang urat saraf yang dilakukan oleh negara-negara kekuatan dunia. Saat ini hal utama yang perlu dilakukan Indonesia ialah bersikap aktif.
"Jangan sampai nanti kita mengiyakan salah satu, mengiyakan juga yang lain. Justru sekarang kesempatan bagi Indonesia untuk bersikap aktif. Jangan sampai wilayah kita digunakan sebagai basis, secara langsung maupun tidak langsung," tutupnya.
Kesepakatan pertahanan terbaru yang ditandatangani negara-negara AUKUS memang menuai kritik dari sejumlah negara di kawasan. Pasalnya, proyek kapal selam nuklir Australia ini dikhawatirkan memicu ketegangan geopolitik di kawasan.
Meski begitu, pengamat dari University of New South Wals Canberra, Carlyle A Thayer kepada Al Jazeera memastikan kapal selam Australia tidak akan dipersenjatai nuklir, melainkan hanya bergerak dengan tenaga nuklir.
Sebaliknya, Thayer mengklaim China justru lebih banyak meluncurkan kapal perang setiap tahunnya, daripada seluruh armada Angkatan Laut Australia.
Perkembangan kekuatan kapal selam nuklir China bikin AS dan sekutu waswas
China juga dengan cepat mengembangkan kapal selam balistik bertenaga nuklir dan bersenjata, baik itu rudal balistik maupun kapal selam serang.
Sehingga, Thayer melanjutkan, China memiliki peralatan perang dengan fitur yang lebih dominan di kawasan, bahkan jauh sebelum Australia mengakuisisi kapal selam nuklir.
Diberitakan SCMP, dalam 15 tahun terakhir China dilaporkan telah membangun 12 kapal selam bertenaga nuklir. Di antaranya termasuk enam SSN Tipe 093, serta enam SSBN Tipe 094.
Pertengahan 2022 lalu, sebuah citra satelit mengungkap China tengah membangun kapal selam nuklir baru yang lebih besar, dengan sistem propulsi yang lebih canggih.