Selain peristiwa-peristiwa itu, ada pula peristiwa diplomasi Rasulullah yang cukup terkenal sepanjang masa. Diplomasi itu terjadi dalam catatan Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara Nabi Muhammad dengan kaum Quraisy yang menduduki Mekkah. Perjanjian itu dibuat pada 628 M kala pasukan Rasulullah menuju kota suci itu untuk umrah bersama 1.500 pengikutnya.
Martin Lings dalam bukunya mengisahkan Nabi Muhammad berniat melaksanakan umrah setelah mendapat mimpi dari Allah. Karena ingin beribadah, Rasulullah tidak membawa senjata selain perlengkapan bepergiannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesampainya di perbatasan Mekkah, Nabi dan rombongan tidak diperbolehkan masuk oleh kaum Quraisy. Nabi pun mengutus Utsman bin Affan untuk mempertegas misi kedatangan umat Muslim yang ingin berziarah ke Baitullah.
Pemilihan Utsman sebagai utusan kala itu berdasarkan pertimbangan bahwa Utsman merupakan sosok yang punya pengaruh kuat di Mekkah. Utsman adalah orang yang kaya dan punya kedudukan di antara kerabatnya.
Saat Utsman datang, ia disambut baik oleh kaumnya dari Abd Al-Syams dan lainnya. Namun, hanya Utsman yang diperkenankan melakukan tawaf, sedangkan yang lain tidak.
Utsman lantas menolak tawaran tersebut dan menegaskan bahwa dirinya tidak akan bertawaf sampai Rasulullah melakukannya.
Sementara itu, Nabi yang berada di perbatasan setia menunggu kabar dari Utsman. Namun, karena sahabatnya itu tak kunjung kembali, tersiar kabar burung bahwa Utsman telah dibunuh.
Dalam kondisi demikian, Rasulullah pun bersabda untuk tak akan pulang sebelum memerangi kaum Quraisy. Nabi mengajak pengikutnya berbaiat untuk berjihad dan syahid di jalan Allah, demikian dikisahkan buku Sirah Nabawiyah karya Musthafa As-Siba'i.
Quraisy yang mengetahui baiat itu kemudian gentar dan menawarkan perdamaian kepada Rasulullah. Quraisy mengutus Suhail bin Amr untuk membuat perjanjian.
Tawaran yang diberikan Quraisy sendiri dinilai para sahabat sangat tidak menguntungkan bagi umat Islam.
Tawaran itu antara lain keluarnya Nabi dari Mekkah dan boleh kembali di tahun berikutnya, menginap selama tiga hari dengan peralatan seadanya, serta larangan membawa tombak dan pedang ke Mekkah.
Setelah sempat melalui beberapa perdebatan, akhirnya perjanjian damai itu diputuskan sesuai dengan yang diinginkan suku Quraisy.
Namun, ditambah dengan aturan gencatan senjata selama 10 tahun, orang-orang Muslim yang datang ke Mekkah harus ditawan, dan orang-orang Mekkah yang datang ke wilayah Muslim harus dikembalikan.
Banyak sahabat yang kecewa dengan perjanjian ini. Meski begitu, dengan Perjanjian Hudaibiyah, Muslim kini bisa menginjakkan kaki di Mekkah dan beribadah di sana.
(bac)