Namun, tragedi temuan jasad korban Nthenge di hutan Shakahola ini dianggap sudah keterlaluan. Presiden Kenya, William Ruto, pun kian geram dan menyerukan pemberantasan gerakan-gerakan keagamaan yang "tak dapat diterima."
Ruto menganggap para pemimpin sekte itu sebagai teroris. Menteri Dalam Negeri Kenya, Kithure Kindiki, pun melontarkan pernyataan serupa.
"Yang terjadi di Shakahola merupakan titik balik bagaimana Kenya menangani ancaman keamanan serius dari ekstremis keagamaan," ucap Kindiki ketika mengunjungi lokasi temuan jasad.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia kemudian berkata, "Pemanfaatan Alkitab untuk membunuh orang, untuk memicu bunuh diri massal warga sipil yang tak bersalah itu tak bisa ditoleransi."
Para pemuka agama lainnya pun ikut menyerukan regulasi lebih ketat untuk membendung gelombang kemunculan sekte-sekte sesat itu.
"Mereka adalah orang-orang yang salah interpretasi dan memanfaatkan kitab ketimbang menggunakannya dengan benar," ucap seorang uskup di Pentecostal, Calisto Odede.
Ia menegaskan bahwa, "Kita harus bisa menyaring pesan yang kita dengar dari pendeta."
Namun, upaya untuk memperkuat regulasi dianggap sulit karena sejak awal, sejumlah gereja independen lainnya menolak usulan pemantauan dari Dewan Gereja Nasional Kenya.
Sementara itu, pemerintah juga terus mengancam bakal menjatuhkan dakwaan terkait terorisme terhadap para pemuka agama seperti Nthenge. Namun, upaya itu juga dianggap tak akan meredam pertumbuhan sekte-sekte di Kenya.
"Selama kalian berdansa dan bersuara, tak ada yang peduli," kata Odede.
(has/bac)