Calon Presiden Turki sekaligus pesaing berat petahana Recep Tayyip Erdogan, Kemal Kilicdaroglu, kesal capres kalah di putaran pertama pemilihan umum Turki, Sinan Ogan, mendukung Erdogan.
Kabar lainnya adalah Amerika Serikat curiga pasukan bayaran Rusia Wagner Group tambah beli senjata baru dari pemasok asing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut berita 24 jam terakhir yang terangkum dalam Kilas Internasional pagi ini:
Calon presiden Turki sekaligus penantang Presiden petahana Recep Tayyip Erdogan, Kemal Kilicdaroglu, 'mengamuk' setelah Sinan Ogan memberikan dukungan kepada rivalnya di putaran kedua pemilihan presiden mendatang.
Kilicdaroglu menyebut saat ini semakin jelas siapa pihak yang ingin menjual Turki.
"Kami datang untuk menyelamatkan negara ini dari terorisme dan migran. Ini adalah referendum. Jangan biarkan siapa pun membodohi orang lagi," kata Kilicdaroglu di Twitter, seperti dikutip CNN, Senin (22/5).
Ogan memberikan dukungannya pada Erdogan setelah bermusyawarah dengan aliansinya, Aliansi Ancestral. Menurutnya, Turki kini berada di "titik kritis" sehingga ada empat prioritas yang perlu segera ditangani.
Spekulasi mengenai pembangunan fasilitas nuklir terbaru Iran, membuat Amerika Serikat merespons dengan menciptakan bom dahsyat GBU-57.
AS mengklaim bom langka ini bisa menembus hingga kedalaman 60 meter di dalam bumi sebelum meledak. Pejabat AS juga terus membahas penggunaan dua bom serupa, untuk menghancurkan sebuah situs.
Dengan potensi bom dahsyat seperti GBU-57, AS dan sekutunya lebih punya pilihan untuk menargetkan situs nuklir Iran. Sehingga jika diplomasi gagal dilakukan, serangan terhadap fasilitas itu sangat mungkin dilakukan.
Tentara bayaran Rusia, Wagner Group, diduga mencoba membeli senjata dari pemasok asing untuk perang. Senjata itu diselundupkan lewat Mali, untuk digunakan dalam perang di Ukraina.
Menurut Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Wagner menggunakan dokumen palsu untuk melakukan transaksi pembelian senjata.
"Ada indikasi bahwa Wagner berusaha membeli sistem persenjataan militer dari pemasok asing dan mengirimkan senjata ini lewat Mali sebagai pihak ketiga," kata juru bicara Kemlu AS, Matthew Miller, sebagaimana dikutip Reuters.
(tim/bac)