China disebut berencana membangun sebuah fasilitas di Kuba yang ditakutkan Amerika Serikat menjadi markas mata-mata Negeri Tirai Bambu.
Juru bicara Gedung Putih, John Kirby, sampai mengatakan AS telah menyampaikan kekhawatirannya itu kepada pemerintah Kuba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekhawatiran ini muncul setelah dua pejabat AS mengetahui bahwa pemerintah Kuba telah memberi izin China untuk membangun fasilitas mata-mata.
Meski Wakil Menteri Luar Negeri Kuba, Fernandez de Cossio, telah membantah laporan itu, AS khawatir bahwa pembangunan fasilitas semacam itu semakin membuat China leluasa untuk memata-matai Negeri Paman Sam.
"Fitnah seperti ini sering dibuat-buat oleh pejabat AS," kata de Cossio seperti dikutip CNN.
Lantas, jika laporan ini terkonfirmasi, kenapa China memilih Kuba untuk dijadikan lokasi fasilitas mata-matanya?
Kuba memang kerap menjadi incaran negara-negara musuh AS sebagai lokasi strategis untuk menempatkan senjata atau markas intelijen.
Sebagai contoh, saat era Perang Dingin, Uni Soviet hampir menempatkan senjata nuklirnya di Kuba.
Menurut laporan New York Times, jika laporan pembangunan markas mata-mata ini terkonfirmasi, fasilitas semacam itu dapat memperkuat teknologi China untuk memantau seluruh operasi militer yang berlangsung di kawasan tenggara AS.
Menurut mantan diplomat AS dan peneliti senior di Foundation for Defense of Democracies, Craig Singleton, fasilitas mata-mata semacam ini pun memungkinkan dinas intelijen China menyadap komunikasi elektronik di markas-markas militer AS hingga memantau lalu lintas kapal Negeri Paman Sam.
Dengan fasilitas ini, China juga dapat mengumpulkan data intelijen dari email, panggilan telepon, transmisi satelit, dan komunikasi lainnya terkait AS.
"Dalam waktu yang relatif singkat, China dapat menempatkan peralatan radar sensitif yang bisa mengambil informasi sensitif dari pusat komando militer AS di tenggara dan seluruh negeri dalam waktu singkat," kata Singleton seperti dikutip USA Today.
"Dan itu memberi mereka (China) kesempatan untuk melengkapi pengumpulan intelijen di wilayah AS yang masih minim akses (intelijen)," paparnya menambahkan.
Sampai saat ini, Kedutaan China di Washington tidak menanggapi permintaan komentar soal laporan ini. Namun, Duta Besar China untuk Kuba, Ma Hui, justru membalikkan pertanyaan bahwa AS lah yang kerap "menguping" atau "memata-matai" negaranya tampa mengonfirmasi rencana pembangunan fasilitas pengintai tersebut.
"Dunia tahu betul siapa yang justru kerajaan 'menguping'," ucap Ma melalui kicauannya di Twitter.
Dalam beberapa tahun terakhir, AS memang kerap menuding China terus berupaya melancarkan operasi mata-mata terhadap negaranya.
Insiden paling baru yakni ketika balon asing diduga balon pengintai China sempat terbang menyusuri sejumlah fasilitas militer AS pada Februari lalu. China mengakui balon itu milik pihak sipilnya, tetapi membantah diterbangkan untuk melakukan pengintaian.
(rds/bac)