4 Kota di Dunia yang Punya Jurus Jitu Kurangi Polusi Udara
Kualitas udara Jakarta yang kian memburuk menjadi sorotan menyusul musim kemarau yang cukup ekstrem tahun ini.
Pada Minggu (13/8) misalnya, kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kembali menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5.
Salah satunya dikhawatirkan bisa meningkatkan pasien dengan gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Beberapa kota di dunia bahkan mencatat gelombang panas ekstrem hingga menyentuh rekor suhu terpanas.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan beberapa arahan sebagai upaya mengurangi polusi udara di Jakarta dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang digelar di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (14/8).
Tak hanya Jakarta, banyak kota-kota di dunia juga menghadapi masalah serupa. Ada empat kota yang CNNIndonesia.com rangkum memiliki problem kualitas udara yang buruk namun berhasil menerapkan sejumlah kebijakan sebagai solusi mengurangi polusi udara.
1. Seoul, Korea Selatan
Ibu kota Korsel ini pernah menyabet status sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data lembaga antariksa Amerika Serikat (NASA), Seoul merupakan salah satu kota dengan kualitas udara terburuk selama 2009-2013 melebihi Los Angeles, Tokyo, Paris, hingga London.
Sejak itu, penanggulangan polusi menjadi salah satu isu strategis dalam politik Korsel terutama dalam musim pemilihan umum.
Sejak meneken Perjanjian Paris soal iklim pada 2016, Korsel berkomitmen mengurangi emisi dan memperbaiki kualitas udara. Kini, Seoul menjadi salah satu kota di dunia dengan kebijakan penanganan polusi udara yang baik. Berdasarkan UN Environment Program (UNEP), Korsel bahkan menjadi sala satu negara terdepan yang berkampanye melawan polusi udara.
Korsel menerapkan sejumlah teknologi untuk membantu menanggulangi polusi udara. Salah satunya, robot-robot 5G yang bisa mengukur kualitas udara yang dipasang di kompleks-kompleks industri serta pabrik.
Robot-robot tersebut akan "berpatroli" dan menganalisis kualitas udara di wilayah tersebut secara rutin dan memperingatkan perusahaan dan pabrik di kawasan itu ketika kualitas udara di wilayah tersebut turun di bawah ambang batas yang ditentukan.
Pemerintah kota juga berupaya memperbanyak ruang hijau di ibu kota. Pemkot Seoul berencana membuat "wind path forest" pertama di ibu kota dengan menanam pohon di sepanjang sungai dan jalan untuk mengalirkan air ke pusat kota.
Hutan kota diharapkan dapat menyerap partikel polusi dan karbon dan menghasilkan lebih banyak oksigen berkualitas bagi warga.
Pemkot berkomitmen pada 2030 ruang hijau di Seoul meningkat sebesar 30 persen. Selain itu, Seoul juga berencana menerapkan moda transportasi yang berkelanjutan sehingga 80 persen mobilisasi warga menggunakan transportasi umum, berjalan kaki, dan bersepeda.
Selain itu, pemkot juga benar-benar memaksa industri dan pabrik meninggalkan bahan bakar batu bara yang masih menjadi penyumbang terbesar emisi karbon.
2. Bogota, Kolombia
Bogota menjadi salah satu kota yang terkenal akan kualitas udaranya yang buruk, terutama di daerah barat daya kota itu lantaran menjadi markas pabrik-pabrik beroperasi, menurut jaringan peneliti ekonomi dan lingkungan global Environment for Development (EfD).
Selain aktivitas industri, penggunaan bahan bakar solar pada kendaraan juga menjadi faktor kualitas udara di Bogota buruk.
Saat pandemi Covid-19 berlangsung, penerapan lockdown membuat kualitas udara di Bogota dan sejumlah wilayah lainnya di Kolombia membaik secara drastis.
Hal ini membuat pemerintah ibu kota Kolombia itu sadar dan mulai lebih serius menerapkan kebijakan penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan terutama dalam moda transportasi.
Lihat Juga : |
Sebab, Wali Kota Bogota, Claudia Lopez, menuturkan transportasi di kota itu menjadi penyumbang terbesar polusi udara hingga 70 persen.
Sejak itu, pemkot menerapkan kebijakan standar emisi pada kendaraan yang sangat ketat terutama kendaraan berat berpolusi besar seperti truk. Bogota juga mulai mengembangkan sistem komuter berdaya listrik untuk digunakan sebanyak delapan juta warganya.
Bogota juga mulai memperbaiki tata jalanan lalu lintas dan membangun 550 kilometer jalur sepeda agar mendorong lebih banyak warga menggunakan sepeda, berjalan kaki, dan transportasi umum.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>